Senin, 13 Maret 2017

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Tn. E DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER CONGESTIVE HEART FAILURE” DI RUMAH SAKIT TINGKAT IV 01.07.02 BINJAI
TAHUN 2017



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian
Akhir Program Diploma III Ahli Madya Keperawatan
Di Akademi Keperawatan Kesdam I/BB Binjai





NURDAMAI LAIA
NIM : 1
4.023


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM I/BB BINJAI
TAHUN 2017



KATA PENGANTAR

            Puji Syukur penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala petunjuk, kemudahan, kekuatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Asuhan Keperawatan ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Asuhan Keperawatan ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan. Adapun judul Asuhan Keperawatan ini adalah “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn.E dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Congestive Heart Failure di Rumah Sakit Tk. IV 01.07.02 Binjai”.
          Dalam penyusunan dan pelaksanaan Asuhan Keperawatan ini, penulis mendapat dukungan dan bimbingan serta arahan dari berbagai pihak untuk kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini, yaitu :
1.      Bapak Mayor CKM dr. Rahmawan Budiaji, Sp.Rad selaku Kepala Rumah Sakit Tk. IV 01.07.02 Binjai yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit yang dipimpin.
2.      Ibu Ukurmin Pa, S.Kep,Ns,MM selaku Direktur Akademi Keperawatan Kesdam I/BB Binjai.
3.      Ibu Eva Elfrida Pardede, S.Kep,Ns selaku  Dosen Pembimbing Akademik. sekaligus Penguji I yang telah banyak memberi arahan serta motivasi selama mengikuti Pendidikan Ahli Madya Keperawatan di Akper Kesdam I/BB Binjai.
4.      Ibu Katini, S.Kep, Ns Selaku Penguji II.
5.      Ibu Nurjuliati Sianturi, S.Kep,Ns, M.Kep selaku Penguji III.
6.      Seluruh Dosen dan Staff Akper Kesdam I/BB Binjai yang telah memberikan banyak arahan kepada penulis.
7.      Tn.E yang telah bersedia menjadi pasien penulis sehingga membantu dalam menyusun Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Tk. IV 01.07.02 Binjai.
8.      Teristimewa penghargaan yang setinggi-tingginya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Orang Tuaku tercinta Ayahanda Fa’aro Laia dan Ibunda Sitilai Bu’ulolo atas didikan dan kasih sayang, dukungan yang telah diberikan baik moril maupun materi serta Do’a tulus dan ikhlas yang mengiring setiap langkah penulis.
9.      Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i Angkatan ke-IX (sembilan) Akademi Keperawatan Kesdam I/BB Binjai yang telah banyak memberi dukungan dalam menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini.

           Dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dimasa mendatang.
           Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih semoga Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya bagi kalangan profesi keperawatan dan kita senantiasa berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.



                                                                                                 Binjai,       Januari 2017
                                                                                                              Penulis      
                                                                                                                   
                                                                                                                   
                                                                                                        Nurdamai Laia
 



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Zaman sekarang ini, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya aktivitas fisik atau kurang olahraga, kebiasaan merokok dan meningkatnya polusi lingkungan, tanpa disadari perubahan tersebut memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti: diabetes melitus, hipertensi, stroke, dan jantung. (Setiani, 2014)
Congestive heart failure (CHF) merupakan salah satu dari penyakit jantung yang akan dibahas dalam tulisan ini. Congestive heart failure adalah suatu sindrom klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan congestive heart failure biasanya terjadi tanda dan gejala sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga, retensi air seperti kongestif paru, edema tungkai, terjadi abnormalitas dari struktur dan fungsi jantung. (Setiani, 2014).
Komplikasi dari penyakit congestive heart failure ini terdiri dari edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri, syok kardiogenik, episode trombolitik, efusi parikardial dan tamponade jantung (masuknya cairan kekantung pericardium). Akibat bendungan di berbagai organ dan low output, pada kasus gagal jantung akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi: dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti: takikardia, hipotensi dan oliguri, beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti keluhan  angina pektoris pada infark miokard akut. Pada keadaan sangat berat akan terjadi syok kardiogenik (Kabo, 2012).
Data epidemiologi untuk congestive heart failure di Indonesia belum ada, namun dalam Survey Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit system sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada diurutan ke-delapan (2,8%) pada sepuluh penyakit kematian terbanyak di Rumah Sakit di Indonesia. Diantara 10 penyakit terbanyak pada system sirkulasi darah, stroke non hemorhagic (infark) menduduki urutan penyebab kematian utama, yaitu sebesar 27% (2002), 30% (2003), dan 23,2% (2004). Congestive heart failure menempati urutan ke-5 sebagai penyebab kematian yang terbanyak pada system sirkulasi pada tahun 2005. (Fathoni, 2010)
Prevalensi congestive heart failure di Negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karna itu, congestive heart failure merupakan masalah kesehatan yang utama. Setelah dari pasien yang terdiagnosis congestive heart failure masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. Berdasarkan perkiraan pada tahun 1989, Amerika terdapat 3 juta penderita congestive heart failure dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita congestive heart failure akan bertambah setiap tahunnya. (Anurogo & Wulandari, 2012)
Menurut data World Health Organization  (WHO), menunjukkan bahwa sebanyak 17,3 juta orang di dunia meninggal karena penyakit kardiovaskuler dan diperkirakan akan mencapai 23,3 juta penderita yang meninggal tahun 2020, dan lebih dari 23 juta orang akan meninggal setiap tahun dengan gangguan kardiovaskuler. Indonesia menempati nomor empat  Negara dengan jumlah kematian akibat penyakit kardiovaskuler. (WHO, 2013).
Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit congestive heart failure (gagal jantung) di Indonesia Tahun 2013, diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala diperkirakan sekitar 530.068 orang. Prevalensi CHF berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi di Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19 %), dan Jawa Tengah (0,18%). Prevalensi congestive heart failure (gagal jantung) berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara Sulawesi Selatan dan Papua sebesar 0,5 persen. (Riskesdas, 2013).
Sedangkan jumlah penderita CHF di salah satu Rumah Sakit Sumatera Utara yaitu  RSUP H Adam Malik Medan, jumlah pasien baru rawat inap CHF mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir, yaitu sebanyak 238 pasien pada tahun 2014, 248 pasien pada tahun 2015 dan sebanyak 295 pasien pada tahun 2016. (RSUP H Adam Malik Medan, 2016)
Dan berdasarkan data yang di peroleh dari Medikal Record Rumah Sakit Tingkat IV 01.07.02 juga mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir yaitu sebanyak 32 pasien pada tahun 2014, 58 pasien pada tahun 2015, dan 83 pasien pada tahun 2016. (Rekam Medik RS Tk IV Binjai, 2016).
            Penyakit jantung dan pembuluh darah telah menjadi salah satu masalah penting kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kematian yang utama sehingga sangat diperlukan peran perawat dalam penanganan pasien gagal jantung khususnya diruangan ICU. Adapun peran perawat ICU meliputi 3 bidang yaitu caring Role; memelihara klien dan menciptakan lingkungan biologis, psikologis, sosiokultural yang membantu penyembuhan, coordinating Role; mengatur keterpaduan tindakan keperawatan, diagnostic dan terapeutik sehingga terjalin pelayanan yang efektif dan efisien, therapeutic Role; sebagai pelaksana pelimpahan tugas dari dokter untuk tindakan diagnostic dan therapeutic.  (Akatsuki , 2011)
Berdasarkan latar belakang diatas, CHF semakin meningkat di dunia setiap tahunnya maka penulis  tertarik mengangkat judul Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada Sistem Kardiovaskuler Congestive Heart Failure di Rumah Sakit Tingkat IV 01.07.02 Binjai.





B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran yang lebih detail tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan secara langsung pada kasus Congestive Heart Failure di Rumah Sakit Tingkat IV 01.07.02 Binjai.

2.      Tujuan Khusus
a)      Penulis mampu melaksanakan pengkajian pada Tn.E dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Congestive Heart Failure di Ruang Anggrek Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai
b)      Penulis mampu menegakkan diagnosis keperawatan pada Tn.E dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Congestive Heart Failure di Ruang Anggrek Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai.
c)      Penulis mampu membuat rencana keperawatan  pada Tn.E dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Congestive Heart Failure di Ruang Anggrek Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai.
d)     Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.E dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Congestive Heart Failure di Ruang Anggrek Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai, sesuai dengan intervensi.
e)      Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn.E dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Congestive Heart Failure di Ruang Anggrek Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai.
 







C.     Manfaat Penulisan
1.    Bagi klien
Hasil laporan asuhan keperawatan ini di harapkan dapat di gunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien mengenai Congestive Heart Failure.
2.    Bagi Penulis
Menambah pengalaman dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang di dapat selama pendidikan.
3.    Bagi Praktisi Keperawatan
Hasil laporan asuhan keperawatan ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perawat mengenai Congestive Heart Failure.
4.    Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil laporan asuhan keperawatan ini menambahkan wawasan mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovasuler: Congestive Heart Failure.
 


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Tinjauan Teoritis Medis
1.      Defenisi
Congestive heart failure adalah  syndrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatnya terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolic) dan/atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik). (Suddarth, dkk 2009 dalam buku Amin, dkk 2016)
Congestive heart failure terkadang disebut gagal jantung kongestif, ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Gagal jantung merupakan sodrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban (overload) cairan dan perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan kontraktilitas jantung (disfungsi sistolik) atau pengisian jantung (diastole) sehingga curah jantung lebih rendah dari nilai normal. Curah jantung yang rendah dapat memunculkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan peningkatan beban kerja jantung dan pada akhirnya terjadi resistensi pengisian jantung. (Smeltzer, 2013)
Congestive heart failure adalah suatu keadaan serius, dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output/ curah jantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen dan zat-zat makanan. (Dwi Sunar Prasetyono, 2012)
Congestive heart failure merupakan sidrom klinis yang kompleks dengan gejala-gejala yang tipikal dari sesak napas (dispneu) dan mudah lelah (fatigue) yang di hubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur yang diganggu dari jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan darah kesirkulasi. (Syamsudin, 2011)

2.      Anatomi Fisiologi
Fungsi anatomi fisiologi kerja jantung adalah merupakan salah satu bukti kebesaran Allah kepada kita manusia. Karena dengan mengenal serta memahami akan cara kerja jantung kardiovaskular dan pembuluh darah yang terdapat pada manusia maka sungguh besar akan nikmat sehat yang Allah karuniakan kepada kita semuanya. Jantung adalah salah satu organ penting dalam tubuh kita. Fungsi jantung secara umum adalah bekerja sebagai pompa. Fungsi pompa ini adalah kaitannya dengan sistem peredaran tubuh sehingga ketika jantung bekerja untuk dan dalam rangka memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh kita.
Jantung adalah organ berongga berbentuk kerucut tumpul dan memiliki empat ruang dan terletak antara kedua paru – paru dibawah rongga toraks. Dua pertiga jantung terletak disebelah kiri midsternal line (garis tengah yang membagi badan jadi dua, tepat ditengah tulang rusuk). Jantung dilindungi oleh rongga paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Ukuran jantung kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya. (Ardiansyah, 2012).
Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada yaitu diantara paru, perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan : lapisan dalam (perikardium viseralis) & lapisan luar (perikardium parietalis). Perikardium parietalis melekat kedepan pada sternum kebelakang pada kolumna vertebralis, dan kebawah pada diafragma. Perikardium viseralis melekat secara langsung pada permukaan jantung. Jantung terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel yang disebut endokardium.  (Ardiansayah, 2012).






Ventrikel Kanan

Ventrikel Kiri

Atrium Kanan

Atrium Kiri

 
Gambar 2.1 Anatomi Jantung

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Kerja Fungsi jantung adalah mengatur distribusi darah ke seluruh bagian tubuh. Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, besarnya kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya. Bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Disebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.
Letak jantung didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya
kira-kira 250-300 gram.
1)      Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus. Lapisan jantung itu sendiri terdiri dari Perikardium, Miokardium, dan Endokardium.
Berikut ini penjelasan ketiga lapisan jantung yaitu:
a.       Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Terdiri dari dua lapisan :
·         Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar merekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
·         Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
b.      Miokardium
·         Myo berarti "otot", merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung. Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner.
c.       Endokardium
·         Endo berarti "di dalam", adalah lapisan tipis endothelium, suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi peredaran darah.



2)      Ruang-Ruang Jantung
Berbicara mengenai anatomi jantung maka organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding tipis disebut dengan atrium (serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal yang disebut dengan ventrikel (bilik).
Atrium dan ventrikel jantung ini masing-masing akan dipisahkan oleh sebuah katup, sedangkan sisi kanan dan kiri jantung akan dipisahkan oleh sebuah sekat yang dinamakan dengan septum.
Septum atau sekat ini adalah suatu partisi otot kontinue yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung.


Gambar 2.2 Pemisahan Atrium dan Ventrikel Jantung

Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung kanan menerima dan juga memompa darah yang mengandung oksigen rendah sedangkan sisi jantung sebelah kiri adalah berfungsi untuk memompa darah yang mengandung oksigen tinggi.
Jantung terdiri dari beberapa ruang jantung yaitu atrium dan ventrikel yang masing-masing dari ruang jantung tersebut dibagi menjadi dua yaitu atrium kanan kiri, serta ventrikel kiri dan kanan.
a.       Atrium
Berikut fungsi dari masing-masing atrium jantung tersebut yaitu :
·         Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior, vena kava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru. Atrium kanan menerima darah de-oksigen dari tubuh melalui vena kava superior (kepala dan tubuh bagian atas) dan inferior vena kava (kaki dan dada lebih rendah). Simpul sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan jaringan otot jantung dari atrium berkontraksi dengan cara yang terkoordinasi seperti gelombang. Katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan dari ventrikel kanan, akan terbuka untuk membiarkan darah de-oksigen dikumpulkan di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan
·         Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Atrium kiri menerima darah beroksigen dari paru-paru melalui vena paru-paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial kemajuan melalui atrium, darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri.
b.      Ventrikel
Berikut adalah fungsi ventrikel yaitu :
·         Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel kanan menerima darah de-oksigen sebagai kontrak atrium kanan. Katup paru menuju ke arteri paru tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh, mereka kontrak. Sebagai kontrak ventrikel kanan, menutup katup trikuspid dan katup paru terbuka. Penutupan katup trikuspid mencegah darah dari dukungan ke atrium kanan dan pembukaan katup paru memungkinkan darah mengalir ke arteri pulmonalis menuju paru-paru.
·         Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta. Ventrikel kiri menerima darah yang mengandung oksigen sebagai kontrak atrium kiri. Darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri. Katup aorta menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh, dan berkontraksi. Sebagai kontrak ventrikel kiri, menutup katup mitral dan katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral mencegah darah dari dukungan ke atrium kiri dan pembukaan katup aorta memungkinkan darah mengalir ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh. (Syamsudin, 2006)

3)        Katup-Katup Jantung.
Katub jantung ini terdiri dari 4 yaitu :
a.       Katup Trikuspidalis
Katup trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup trikuspidalis berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup.
b.      Katup Pulmonalis
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
c.       Katup Bikuspid (Bikuspidalis).
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
d.      Katup Aorta.
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.
Dan mengenai fisiologi jantung itu terdiri dari :
a.       Sistem pengaturan jantung.
b.      Sistem kelistrikan jantung.
c.       Siklus jantung.
d.      Bunyi jantung.
e.       Curah jantung.

3.      Klasifikasi
The New York Herart Association (NYHA) menetapkan metode pertama klasifikasi berdasarkan jumlah aktifitas yang di perlukan untuk memunculkan gejala. Kelas I tidak menunjukkan adanya keterbatasan aktifitas. Kelas II adalah diagnosis ketika gejala pada taraf ringan dan dan hanya saat aktifitas tertentu. Kelas III ditandai dengan timbulnya gejala saat beraktifitas, kecuali hanya saat pasien istirahat. Diagnosis Kelas IV di buat ketika gejala terlihat meskipun pasien sedang istirahat.




Tabel 1. Klasifikasi gagal jantung menurut fungsi NYHA
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Aktifitas fisik tidak dibatasi
Aktifitas fisik terbatas
Marked limitation of activity
Activity severly limited

Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung menurut ACC/AHA
Kelas A
Kelas B
Kelas C

Kelas D
Orang yang beresiko tinggi
Struktur jantung tidak normal tanpa perkembangan gejala.
Gejala gagal jantung di rasakan dengan friksi ejeksi (blood output) normal atau menurun.
Gejala jantung pada fase akhir atau telah sulit disembuhkan (fase refraktori).

Skema klasifikasi kedua dikembangkan oleh American College of Cardiology dan American Heart Association yang didasarkan kepada temuan yang terukur pada jantung. Klasifikasi ini terdiri atas empat tahap atau dikenal dengan ACC/AHA Klasifikasi. Tahap A menunjukan seorang pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami gagal jantung tetapi belum menunjukkan perubahan pada jantung. Tahap B dianggap sebagai tahap berisiko tinggi tetapi sejumlah perubahan/gejala mulai terlihat. Tahap C adalah tahap pertama ketika diagnosis gagal jantung telah ditetapkan. Pada tahap ini biasa orang baru menyadari gejala dan mulai mengunjungi dokter untuk diagnosis serta pengobatan. Tahap D adalah gagal jantung tahap akhir, ketika pasien tidak lagi merespons terhadap terapi konvesional. Masing-masing tahap ACC/AHA memerlukan pengobatan tersendiri. (Syamsudin, 2011)





4.      Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2013) secara umum gagal jantung dapat di sebabkan oleh berbagai hal yang dapat dikelompokkan menjadi :
a)      Disfungsi Miokard
·         Iskemia miokard
penyakit yang ditandai oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Biasanya terjadi sekunder terhadap penyakit arteri koroner/ penyakit jantung koroner, dimana aliran darah melalui arteri terganggu.
·         Infark miokard
kondisi terhentinya aliran darah dari arteri koroner pada area yang terkena yang menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-sel jantung menjadi mati (nekrosis miokard)
·         Miokarditis
Miokarditis adalah peradangan atau  inflamasi pada miokardium. Peradangan ini dapat disebabkan oleh penyakit reumatik akut dan infeksi virus seperti cocksakie virus, difteri , campak, influenza , poliomielitis, dan berbagai macam bakteri, rikettsia, jamur, dan parasit.
·         Kardiomiopati
Kardiomiopati yang secara harfiah berarti penyakit miokardium, atau otot jantung, ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung untuk memompa darah dan berdenyut secara normal. Kondisi semacam ini cenderung mulai dengan gejala ringan, selanjutnya memburuk dengan cepat. Pada keadaan ini terjadi kerusakan atau gangguan miokardium, sehingga jantung tidak mampu berkontraksi secara normal.
b)      Beban tekanan berlebihan pada sistolik (sistolik overload)
·         Stenosis aorta
Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup aorta. Penyempitan pada katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta. Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 4 kuncup yang akan menutup dan membuka sehingga darah bisa melewatinya.
·         Hipertensi iskemik
Peningkatan tekanan darah secara cepat (misalnya hipertensi yang berasal dari ginjal atau karena penghentian obat antihipertensi pada penderita hipertensi esensial) bisa menimbulkan hilangnya kemampuan kompensasi jantung (dekompensasi).
·         Koartasio aorta
Koartasio Aorta adalah penyempitan pada aorta, yang biasanya terjadi pada titik dimana duktus arteriosus tersambung dengan aorta dan aorta membelok ke bawah.
c)      Beban volume berlebihan pada diastolic (diastolic overload)
·         Insufisiensi katub mitral dan trikuspidalis
·         Tranfusi berlebihan
d)     Peningkatan kebutuhan metabolic (demand overload)
·         Anemia
Dengan keberadaan anemia, kebutuhan oksigen untuk jaringan metabolisasi hanya bisa dipenuhi dengan kenaikan curah jantung. Meskipun kenaikan curah jantung bisa ditahan oleh jantung yang normal, jantung yang sakit dan kelebihan beban (meski masih terkompensasi) mungkin tidak mampu menambah volume darah yang dikirim kesekitarnya. Dalam hal ini, kombinasi antara anemia dengan penyakit jantung yang terkompensasi sebelum bisa memicu gagal jantung dan menyebabkan tidak cukupnya pasokan oksigen kedarah sekitarnya.
·         Tirotoksikosis
Tiroktosikosis adalah suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan.
·         Biri-biri
·         Penyakit paget
e)      Gangguan pengisian ventrikel
·         Primer (gagal distensi sistolik)
1.      Perikarditis akut
Perikarditis akut adalah peradangan pada perikardium (kantung selaput jantung) yang dimulai secara tiba-tiba dan sering menyebabkan nyeri. Peradangan tersebut dapat menyebabkan cairan dan menghasilkan darah (fibrin, sel darah merah dan sel darah putih) yang akan memenuhi rongga pericardium. Inflamasi pada perikardium terjadi kurang dari 6 minggu.
2.      Tamponade jantung
Tamponade jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan yang cepat atau lambat terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah, darah, bekuan darah, atau gas di perikardium, sebagai akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur jantung.
·         Sekunder
1.      Stenosis mitral
Stenosis  mitral adalah suatu penyempitan jalan aliran darah ke ventrikel. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.
2.      Stenosis trikuspidalis
Stenosis trikuspidalis penyempitan lubang katup trikuspidalis, yang menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kanan ke ventrikel kanan. Stenosis katup trikuspidalis menyebabkan atrium kanan membesar dan ventrikel kanan mengecil. Jumlah darah yang kembali ke jantung berkurang dan tekanan di dalam vena yang membawa darah kembali ke jantung meningkat tajam.

Factor- factor perkembangan gagal jantung :
a.       Aritmia
Aritmia akan mengganggu fungsi mekanisme jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respon mekanis
b.      Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi  kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat
c.       Emboli paru
Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap reaksi ventrikel kanan, pemicu terjadinya gagal jantung kanan.
 (Wijaya dkk, 2013)

Pencarian sistematis terhadap penyebab/pemicu harus dilakukan pada setiap pasien yang baru mengalami gagal jantung atau pun yang mengalami perburukan. Jika dikenali dengan baik, penyebab pemicu gagal jantung bisa diobati dengan lebih efektif dibandingkan penyebab utama. Oleh sebab itu, prognosis akan lebih baik jika faktor pemicu terdeteksi secara dini pada penderita gagal jantung dan segera mendapat pengobatan daripada pasien dengan proses penyakit dasar yang terus berkembang hingga menimbulkan gagal jantung tanpa penyebab pemicu. (Syamsudin, 2011)





5.      Patofisiologi
1.      Mekanisme dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi cardiac output dan meningkatkan volume ventrikel.
Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Meningkatnya LEDV, akan mengakibatkan pula peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung ke dalam anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan draenase limfatik, maka akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan terjadi edema paru.

2.      Respon kompensatorik
a.       Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik
Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktil akan meningkat untuk menambah cardiac output (CO), juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan retribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar perfusi ke jantung dan ke otak dapat di pertahankan. Vasokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung yang selanjutnya akan menambah kekuatan kontriksi.
b.      Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron ( RAA). Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel-ventrikel tegangan tersebut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium
c.       Atropi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi miokardium akan bertambah tebalnya dinding
d.      Efek negatif dari respon kompensatorik
Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju jantung dan memperburuk tingkat gagal jantung. 
Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini mengakibatkan bendungan paru-paru, vena sistemik dan edema, fase kontruksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena menimbulkan tanda serta gejala, misalnya berkurangnya jumlah air kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri juga menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga kalau dilatasi ruang jantung. Akibat kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen juga meningkat, yang juga ditambah lagi adanya hipertensi miokard dan perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemik miokard, akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang. (Wijaya & Putri 2013)







































6.      Manifestasi Klinis
1.      Gagal Jantung Kiri
·         Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
·         Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal (PND).
·         Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah menjadi batuk berdahak.
·         Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
·         Krekels pada kedua basal paru dan dapat berkembang menjadi krekels diseluruh area paru.
·         Perfusi jaringan yang tidak memadai.
·         Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari)
·         Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala seperti: gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas, sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.
·         Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.

2.      Gagal Jantung Kanan
·      Kongesti pada jaringan visceral dan perifer.
·      Edema estremitas bawah (edema dependen), hepatomegali, asites, (akumulasi cairan pada rongga peritoneum), kehilangan nafsu makan, mual, kelemahan, dan peningkatan berat badan akibat penumpukan cairan. (Smeltzer, 2016)
Pada anak dan bayi :
1.      Takikardia (denyut jantung >160 kali/menit pada anak umur di bawah 12 bulan; >120 kali/menit pada umur 12 bulan -5 Tahun
2.      Hepatomegali, peningkatan tekanan vena jugularis dan edema perifer (tanda kongestif)
3.      Irama derap dengan crakles/ronki pada basal paru
4.      Pada bayi napas cepat (atau berkeringat, terutama saat di beri makanan; pada anak yang lebih tua edema kedua tungkai, tangan atau muka, atau pelebaran vena leher
5.      Telapak tangan sangat pucat, terjadi bila gagal jantung di sebabkan oleh anemia. (Nurarif & Kusuma, 2016)

7.     Komplikasi
1.      Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
2.      Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak)
3.      Episode trombolitik
Thrombus terbentuk karna imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan aktivitas thrombus dapat menyumbat pembuluh darah.
4.      Efusi pericardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kekantung pericardium, cairan dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik vena ke jantung ® tamponade jantung. (Wijaya & Putri, 2013)

8.     Pemeriksaan Penunjang
a)      Elektro kardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, disritmia, takikardia,fibrilasi atrial.
b)      Uji stress
Merupakan pemeriksaan non-infasif yang bertujuan untuk menetukan kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi sebelumnya.
c)      Ekokardografi
-      Ekokardografimodel M (berguna untuk mengealuasi volume balik dan kelainan regional, model M paling sering di pakai dan ditayangkanbersama EKG).
-      Ekokardografi dua dimensi (CT-scan)
-      Ekokardografi Doppler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal terhadap jantung).
d)     Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagaljantung kanan dan gagal jantung kiri stenosis katub atau insufisiensi.
e)      Radiografi dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
f)       Elektrolit
Mungkin berubah karna perpindahann cairan/ penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
g)      Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika Congestive Heart Failure (gagal jantung) menjadi kronis.
h)      Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
i)        Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
j)        Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung.
(Nurarif & Kusuma, 2016)

9.      Pencegahan
Menurut Soegondo (2011) ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah gagal jantung, diantaranya:
a)      Mengonsumsi makanan sehat yang mengandung banyak serat, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, gandum, ikan, dan daging, serta menghindari asupan garam yang berlebihan. Selain dari bayam, zat besi juga bisa didapatkan dari suplemen. Hindari makanan yang mengandung lemak jenuh, seperti jeroan, daging kambing, kerang, kuning telur, dan udang. Selain itu batasi asupan gula dan garam.
b)      Menjaga berat badan pada batasan sehat dan  melakukan langkah-langkah penurunan berat badan jika diperlukan.
c)      Berhenti merokok bagi seorang perokok. Jika bukan perokok maka upayakan untuk menghindari asap rokok agar tidak menjadi perokok pasif.
d)     Tidak mengonsumsi minuman keras.
e)      Berolahraga secara teratur, melakukukan aktivitas atau olahraga yang dapat membuat jantung sehat, seperti bersepeda atau berjalan kaki, minimal dua setengah jam per minggu.
f)       Menjaga kadar kolesterol dan tekanan darah pada batas sehat, karena kedua hal tersebut dapat meningkatkan resiko gagal jantung.

10.  Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
·         Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan pembatasan aktivitas.
·          Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
·          Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.
Penatalaksanaan congestive heart failure (gagal jantung) di bagi atas:                
·         Terapi non farmakologi
a)      CHF Kronik
1.      Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktifitas.
2.      Diet pembatasan natrium menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.
3.      Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari). (Wijayaningsih, 2013)
4.      Olahraga secara teratur, diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok. (Huda & Kusuma, 2016)
b)      CHF Akut
1.      Oksigenasi (ventilasi mekanik).
2.      Pembatasan cairan.
·         Terapi farmakologi
a)      Memperbaiki daya pompa jantung.
-      Therapi Digitalis : Ianoxin. Untuk meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisi \dan mengurangi edema.
-      Obat Inotropik : Amrinone (Inocor), Dopamine (Intropin)
b)      Pengendalian retensi garam dan cairan
-      Diet rendah garam. Untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
-      Diuretik : chlorothiazide (Diuril), Furosemide (Lasix), Sprionolactone (aldactone). Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
c)      Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor : captropil, enalopril, lisinopril. Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
d)     Penyekat beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang
e)      Infusi intravena : nesiritida, milrinzne, dobutamin. (Smeltzer, 2016)
B.     Tinjauan Teoritis Keperawatan
1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1)      Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang di lakukan secara akurat dan sistematis untuk menentukan status kesehatan, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat di peroleh melalui anamneses, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a)      Anamnesa
1)      Identitas penderita
-    Identitas klien
Meliputi  : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan doagnosa medik.
-    Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.
2)      Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan pada tenaga kesehatan seperti, dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik.
3)      Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.

4)      Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien (Wijaya & Putri, 2013).
5)      Riwayat keluarga
Tanyakan pasien penyakit yang pernah dialami oleh kelurga. Bila ada keluarga yang meninggal tanyakan penyebab meninggalnya. Penyakit jantung pada orang tuanya juga menjadi faktor utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya. (Ardiansyah, 2012).

b)     Pemeriksaan fisik
1)      Aktivitas/ istrirahat
Gejala: keletihan, kelemahan terus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda: gelisah, perubahan status mental (latergi, TTV berubah pada aktivitas).
2)      Sirkulasi
Gejala:
-      Riwayat hipertensi, episode gagal jantung kanan sebelumnya
-      Penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk terlalu kuat (pada gagal jantung kanan)
Tanda:
-      Tekanan darah mungkin menurun (gagal pemompaan)
-      Tekanan nadi menunjukan peningkatan volume sekuncup
-      Frekuensi jantung takikardia ( gagal jantung kiri)
-      Irama jantung: sistemik, misalnya: fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur/ takikardia blok jantung
-      Nadi apikal disritmia
-      Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diasnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin lemah
-      Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya katup atau insufisiensi x
-      Nadi: nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat, misal: nadi jugularis coatis abdominal terlihat
-      Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu, sianosis
-      Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat
-      Hepar: pembesaran/ dapat teraba, reflek hepato jugularis
-      Bunyi napas: krekel, ronchi
-      Edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas
-      Distensi vena jugularis.
3)      Integritas ego
Gejala:
-      Ansietas, khawatir, takut
-      Stres yang berhubungan dengan penyakit/ finansia
Tanda:
-      Berbagai maninfestasi perilaku, missal: ansietas, marah ketakutan
4)      Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturnal), diare/ konstipasi
5)      Makanan/ cairan
Gejala:
-      Kehilangan nafsu makan
-      Mual/ muntah
-      Penambahan berat badan signifikan P
-      Pembengkakan pada ekstremitas bawah
-      Pakaian/ sepatu terasa sesak
-      Diet tinggi garam/ makanan yang telah diproses, lemak, gula, dan kafein
-      Penggunaan diuretik (Wijaya & Putri, 2013).
Tanda:
-      Penambahan berat badan cepat
-      Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, atau pitting)
6)      Hygiene
Gejala: Keletihan, kelemahan, kelemahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
7)      Neurosensori
Gejala : Kelemahan, peningkatan episode pingsan
Tanda : Letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung
8)      Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan.
Tanda: Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi diri
9)      Pernapasan
Gejala:
-      Dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
-      Batuk dengan/ tanpa sputum
-      Riwayat penyakit paru kronis
-      Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen atau medikasi
Tanda:
-      Pernapasan takipnea, nafas dangkal, pernapasan laboral, penggunaan otot aksesoris
-      Pernapasan nasal faring
-      Batuk kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan tanpa sputum
-      Sputum: mungkin bercampur darah, merah mudah/ berbuih, edema pulmonal
-      Bunyi napas: mungkin tidak terdengar dengan krekels banner dan mengi
-      Fungsi mental: mungkin menurun, letargi, kegelisahan, warna kulit pucat/ sianosis (Wijaya & Putri, 2013).

c)      Pemeriksaan penunjang
1.      Radiogram dada
Kongesti vena paru, redistribusi vaskuler pada lobus-lobus atas paru, kardiomegali
2.      Kimia darah
Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin meningkat
3.      Urine
Lebih pekat, bunyi jantung meningkat, natrium meningkat
4.      Fungsi hati
Pemanjangan masa protombin, peningkatan bilirubin dan enzim hati (SGOT dan SGPT meningkat) (Wijaya & Putri, 2013)





2)      Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokkan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokkan data dibedakan atas data subjektif dan data objektif.

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang  masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
1)      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miocard, perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik ditandai dengan  peningkatan frekuensi jantung (takikardia), yaitu distritmia dan perubahan gambaran pola Elektrokardiografi (EKG), perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi), bunyi ekstra (S3 dan S4), penurunan tekanan urine, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin dan kusam, serta orthopnea, crekels, pembesaran hepar edema dan nyeri dada.
2)      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen, kelemahan umum, dan bed rest atau tirah baring dalam jangka waktu lama/ immobilitas ditandai dengan adanya kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, distritmia, dispnea, pucat dan keluar keringat.
3)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan memberan kapiler alveoli ditandai dengan dispnea, pernafasan abnormal, gelisah, cuping hidung, warna kulit pucat.
4)      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju fitrasi glomerulus/ meningkatnya produksi Anti Diuretic Hormon (ADH) dan retensi natrium dan air ditandai dengan orthopnea, bunyi jantung S3, oliguri, edema, peningkatan berat badan, hipertensi, distress pernapasan, dan bunyi jantung abnormal.
5)      Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring dalam jangka waktu yang lama, edema dan penurunan perfusi jaringan ditandai dengan kelembapan kulit, kerusakan pada permukaan kulit.
(Wijaya & Putri, 2013)
6)      Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas, penurunan volume paru, hepatomegali, splenomegali ditandai dengan ketidaknyamanan fisik.
7)      Kecemasan berhubungan dengan dispnea, ancaman kematian ditandai dengan gelisah, insomnia,  resah, ketakutan, sedih, fokus pada diri dan kekhawatiran. (Judith & Wilkson, 2012)
8)      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal jantung ditandai dengan pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode Gagal jantung kronik yang dapat dicegah.

3.      Intervensi Keperawatan
  Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktifitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencengah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan criteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan  aktifitas keperawatan. Intervensi Keperawatan menurut NANDA, NIC & NOC. (Judith & Wilkson, 2012).

1.      Diagnosa I
·         Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miocard, perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik ditandai dengan  peningkatan frekuensi jantung (takikardia), yaitu distritmia dan perubahan gambaran pola Elektrokardiografi (EKG), perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi), bunyi ekstra (S3 dan S4), penurunan tekanan urine, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin dan kusam, serta orthopnea, crekels, pembesaran hepar edema dan nyeri dada

Tabel 3 : Intervensi Keperawatan Diagnosa I
Rencana Keperawatan
NOC (Tujuan dan kriteria hasil)
NIC (Intervensi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan curah jantung kembali adekuat dengan kriteria hasil :
·    TTV dalam batas normal
·    Ortopnea tidak ada
·    Nyeri dada tidak ada
·    Terjadi penurunan episode dyspnea
·    Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Mandiri
·    Kaji fungsi jantung tentang: bunyi, frekuensi, dan irama jantung
·    Observasi sirkulasi nadi perifer
·    Pantau tekanan darah pasien
·    Kaji adanya sianosis dan perubahan kulit yang pucat
·    Kaji perubahan sensori: letargi (penurunan kesadaran, cemas, dan depresi)
·    Beri lingkungan yang tenang dan tirah baring
Kolaborasi
·    Kolaborasi pemberian obat anti aritmia jika diperlukan
·    Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi

2.      Diagnosa II
·         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen, kelemahan umum, dan bed rest atau tirah baring dalam jangka waktu lama/ immobilitas ditandai dengan adanya kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, distritmia, dispnea, pucat dan keluar keringat. (Ardiansyah, 2012)

Tabel 4 : Intervensi Keperawatan Diagnosa II
Rencana Keperawatan
NOC (Tujuan dan Kriteria Hasil)
NIC (Intervensi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan Klien dapat menoleransi aktivitas dan melakukan ADL dengan baik dengan kriteria hasil :
·     Berparsitipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan normal denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal.
·     Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
·     Mengidentifikasi aktifitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleransi aktifitas.
·     Mengatur jadwal aktifitas untuk menghemat energi.
·    Peningkatan intoleransi aktifitas
Mandiri
·     Pantau tanda-tanda vital sebelum selama dan setelah aktivitas, hentikan  aktivitas jika tanda-tanda vital tidak dalam rentang normal.
·     Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, dan berdiri.
·     Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas selama periode istirahat.
·     Penggunaan teknik relaksasi (mis: mengalihkan perhatian pasien dari hal-hal lain, posisi pasien yang tepat, pikiran beristirahat dan lingkungan tenang) selama aktifitas.
Manajemen energi :
·     Ajarkan rentang pengaturan aktivitas dan anjurkan kepada klien untuk menghindari stress, jaga berat badan, tidur teratur, makan sesuai diet yang di anjurkan untuk mencegah kelelahan.
·     Pantau respon oksigen pasien terhadap aktifitas perawatan diri
·     Pantau penyebab keletihan.
Kolaborasi:
·     Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor penyebab.
·     Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit jantung.

3.      Diagnosa III
·         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membenaran kapiler alveoli ditandai dengan dispnea, pernafasan abnormal, gelisah, cuping hidung, warna kulit pucat.

Tabel 5 : Intervensi Keperawatan Diagnosa III
Rencana Keperawatan
NOC (Tujuan dan Kriteria Hasil)
NIC (Intervensi )
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan oksigenasi dan ventilasi adekuat dengan kriteria hasil :
·    Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
·    Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
·    Tanda tanda vital dalam rentang normal
Mandiri
·    Kaji pernafasan pasien tiap dua jam (frekuensi, irama, bunyi dan kedalaman)
·    Kaji sianosis jika ada
·    Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
·    Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri (alat untuk pemantauan kadar oksigen dalam darah dari Hb pasien)
·    Berikan tirah baring
·    Kaji adanya perubahan sensori: perubahan mental, kepribadian dan penurunan kesadaran.
·    Pertahankan posisi duduk semifowler
·    Latih batuk efektif jika terjadi batuk
Kolaborasi :
·     Pantau/gambarkan seri GDA (gas darah arteri)
·     Periksa GDA (gas darah arteri) sesuai indikasi
·     Kolaborasi pemberian obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

4.      Diagnosa IV
·         Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus/ meningkatnya produksi Anti Deuretik Hormon (ADH) dan retensi natrium dan air ditandai dengan orthopnea, bunyi jantung S3, oliguri, edema, peningkatan berat badan, hipertensi, distress pernapasan, dan bunyi jantung abnormal. (Ardiansyah, 2012)

Tabel 6 : Intervensi Keperawatan Diagnosa IV
Rencana Keperawatan
NOC (Tujuan dan Kriteria Hasil)
NIC (Intervensi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pasien mengalami keseimbangan cairan dan elektrolit. dengan kriteria hasil :
·    Masukan dan haluaran cairan dalam batas seimbang
·    Bunyi nafas bersih/ jelas
·    Tanda vital dalam rentang yang dapat diterima
·    Berat badan stabil
·    Tak ada edema
Mandiri
·    Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna
·    Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
·    Ajarkan klien dengan posisi semifowler
·    Pantau  tekanan darah
·    Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi
·    Timbang berat badan tiap hari
·    Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
·    Ubah posisi sesering mungkin.
·    Palpasi hepatomegali (pembesaran hati). Cacat  keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/ nyeri tekan.
Kolaborasi :
·   Pemberian obat sesuai indikasi
·   Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandungan protein yang adekuat dan pembatasan natrium.

5.      Diagnosa V
·         Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring dalam jangka waktu yang lama, edema, dan penurunan perfusi jaringan ditandai dengan kelembapan, kerusakan pada permukaan kulit (epidermis). (Ardiansyah, 2012)

Tabel 7 : Intervensi Keperawatan Diagnosa V
Rencana Keperawatan
NOC (Tujuan dan Kriteria Hasil)
NIC (Intervensi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit dengan criteria hasil :
·    Mempertahankan integritas kulit
·    Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Mandiri
·   Kaji kulit, adanya edema, area sirkulasi terganggu, atau kegemukan/ kurus
·   Pijat area kemerahan atau yang memutih
·   Sering mengubah posisi ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
·   Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
·    Lihat permukaan kulit, pertahankan tetap kering dan brikan bantalan sesuai indikasi
Kolaborasi :
·    Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam pengkajian, penentuan derajat luka dan dokumentasi perawatan luka atau kerusakan kulit.

6.      Diagnnosa VI
·         Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas, penurunan volume paru, hepatomegali, splenomigali ditandai dengan ketidaknyamanan fisik.

Tabel 8 : Intervensi Keperawatan Diagnosa VI
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi dengan criteria hasil :
·  Klien dapat tidur nyenyak
·  Klien tidak mengeluh tidak bisa tidur
·  Tidur 7-8 jam
Mandiri
·  Ciptakan lingkungan yang tenang menjelang tidur
·  Atur posisi klien semi fowler
·  Berikan lingkungan yang tenang menjelang tidur : batasi suara ribut, atur cahaya lampu
·  Catat pola istirahat tidur klien
·  Motivasi klien untuk tenang dan rileks
Kolaborasi :
·  Kolaborasi dengan dokter tentang perlunya meninjau program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur.
·  Kolaborasi untuk memberikan O2 tambahan
·  Dukung  penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supreser fase tidur.

7.      Diagnosa VII
·         Kecemasan berhubungan dengan dispnea, ancaman kematian ditandai dengan gelisah, insomnia,  resah, ketakutan, sedih, fokus pada diri dan kekhawatiran.

Tabel 9 : Intervensi Keperawatan Diagnosa VII
Rencana Keperawatan
NOC (Tujuan dan Kriteria Hasil)
NIC (Intervensi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pasien tidak merasa cemas  dengan kriteria hasil :
·       Klien mampu  mengidentifikasi dan  mengungkapkan gejala cemas
·       Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
·       Vital sign dalam batas normal
·        Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
Mandiri
·   Gunakan pendekatan yang menenangkan
·   Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pasien
·   Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
·   Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
·   Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
·   Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
·   Dorong keluarga menemani pasien
·   Dengarkan dengan penuh perhatian
·   Identifikasi tingkat kecemasan
·   Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
·   Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
·   Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Kolaborasi
·   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian  obat untuk mengurangi kecemasan

8.      Diagnosa VIII
·         Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal jantung ditandai dengan pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode Gagal jantung kronik yang dapat dicegah.



Tabel 10 : Intervensi Keperawatan Diagnosa VIII
Rencana Keperawatan
NOC (Tujuan dan kriteria hasil)
NIC (Intervensi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pasien mengerti proses penyakitnya dan Program perawatan serta Therapi yg diberikan dengan kriteria hasil:
·  Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
·  Pasien mampu menjelaskan kembali tentang penyakit
·  Pasien mampu mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas

Mandiri
·   Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
·   Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien
·   Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
·   Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk  mencegah komplikasi
·   Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
·   Instruksikan kapan harus ke pelayanan
·   Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan


4.      Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam rencana keperawatan pasien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan pasien. Kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan perawatan kesehatan keluarga. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada pasien. Pendekatan yang digunakan adalah independent, dependen dan interdependen. (Doenges, 2002)

5.      Evaluasi
Evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas Asuhan Keperawatan antara dasar tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku pasien yang tampil. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Langkah dari evaluasi proses keperawatan adalah mengukur respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon pasien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelah respon pasien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan. (Doenges, 2002)
Sejalan dengan yang telah dievaluasi pada tujuan, penyesuaian terhadap rencana asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan terpenuhi dengan baik, perawat menghentikan rencana asuhan tersebut dan mendokumentasikan analisa masalah teratasi. Tujuan yang tidak terpenuhi dan tujuan yang sebagian terpenuhi mengharuskan perawat untuk melanjutkan rencana atau memodifikasi rencana Asuhan Keperawatan.
 


Skema 1  : Pathway (Wijaya & Putri 2013)
Hipervolemia

Katub Inkompetent
Kerusakan Miokardium
Hipertensi

Stenosis Katup

 
                                                                                                                                          
Peningkatan afterload

Penurunan perfusi organ sistemik
Peningkatan LVEDV
Penurunan TD sistemik
Intoleransi aktifitas
Peningkatan preload

Peningkatan Preload

Penurunan kekuatan kontraksi ventrikel kanan
Penurunan curah jantung
Penurunan kekuatan kontraksi ventrikel kiri
Depan

Belakang

Peningkatan RA preload
-   Penurunan aliran balik sistemik
-   Penurunan venous return
Edema ekstremitas
Mendesak lobus hepar
Peningkatan RV preload

Congestive Heart Failure/ Gagal Jantung

Peningkatan SVR & tekanan

Peningkatan beban kerja jantung















Resiko tinggi gangguan integritas kulit
Kelebihan volume cairan
Asites
Akumulasi cairan di sirkulasi mesenteriks
Peningkatan tekanan vena porta

Kematian sel hepar, fibrosis, sirosis
Kurang pengetahuan
Edema pulmoner
Peningkatan tek kapiler pulmoner

Penurunan renal blood

Peningkatan LA preload

Kecemasan
Resiko tinggi gangguan integritas kulit
-   Gangguan pertukaran gas
-   Gangguan pola tidur
Edema
Retensi Na & air

Peningkatan ADH
Aktivitas rennin-angioten-sinaldosteron
                                                                                                                                    


DAFTAR PUSTAKA

Akatsuki. (2011). Peran Perawat Dalam Penanganan Gagal Jantung. Di akses 31 Januari 2017. http://eprints.ums.ac.id/22046/2/BAB_I.pdf

Anurogo, Wulandari. (2012). 45 Penyakit yang di temukan di Masyarakat (pengenalan, pencegahan & alternative pengobatannya). Yogyakarta: Andi Offset

Ardiansyah, Muhammad. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogjakarta: DIVA Press  

Doenges Marilynn. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Di akses 9 Maret 2017. http://kti-munir.blogspot.co.id/2011/03/gagal-jantung-kongestif-chf.html

Fathoni. (2010). Informasi Kedokteran dan kesehatan Gagal Jantung. Di akses 20 Januari 2017. http://www.informasikedokteran.com/2015/09/gagal-jantung.html

Judith, dkk. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosis Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Edisi 9. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Kabo. (2012). Tanda gejala gagal jantung. Di akses 31 Januari 2017. http://repository.wima.ac.id/3141/2/Bab%201.pdf

Nurhayati & Nuraini, 2009. Jurnal Gagal Jantung. Di akses 7 Januari 2017. <http://www.stikesayani.ac.id>

Nurarif, Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis : Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Jogja

Prasetyono, Dwi Sunar (2012). Daftar Tanda dan Gejala Ragam Penyakit.Yogyakarta: Fleshbooks

Rekam Medik RS Tk IV Binjai. (2016). Prevalenti gagal Jantung 3 Tahun Berturut-turut

Riskesdas. (2013). Prevalensi Gagal Jantung di Indonesia. Di akses 13 Januari 2017.http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

RSUP H Adam Malik Medan. (2016). Prevalenti Gagal Jantung 3 Tahun Berturut-turut

Setiani. (2014). KTI Gagal Jantung. Di akses 12 Januari 2017. http://docplayer.info/31581020-Karya-tulis-ilmiah-asuhan-keperawatan-gagal-jantung-pada-tn-j-di-ruang-sekar-jagad-rsud-bendan-kota-pekalongan.html

Smeltzer S, Brenda G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Smeltzer S. (2016). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 12. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Soegondo. (2011). Laporan Pendahuluan  Gagal Jantung. Di akses 31 Januari 2017. http://www.inaheart.or.id/artikel/164-cara-pencegahan-pada-gagal-jantung/
Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskuler dan Renal. Jakarta: Salemba Medika

Syamsudin. (2006). Fungsi dan fisiologi kerja jantung. Di akses 21 Januari 2017 http://www.newsfarras.com/2014/11/Kerja-Fungsi-Anatomi-Fisiologi-Jantung.html

WHO. (2013). Data dari Organisasi Kesehatan Dunia. Di akses 30 Januari 2017. http://eprints.ums.ac.id/25856/2/BAB_I.pdf

Wijaya, Andre & Yessie Putri. 2013. Buku KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogjakarta: Nuha Medika

Wijayaningsih Sari. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta Timur: KDT