KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Tn. E DENGAN GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER “CONGESTIVE HEART FAILURE” DI RUMAH SAKIT TINGKAT IV 01.07.02 BINJAI
TAHUN 2017
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian
Akhir Program Diploma III Ahli Madya Keperawatan
Di Akademi Keperawatan Kesdam I/BB Binjai
NURDAMAI
LAIA
NIM : 14.023
NIM : 14.023
AKADEMI
KEPERAWATAN KESDAM I/BB BINJAI
TAHUN 2017
TAHUN 2017
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur
penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas segala petunjuk, kemudahan,
kekuatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Asuhan Keperawatan ini
sesuai dengan waktu yang ditentukan. Asuhan
Keperawatan ini adalah sebagai salah satu persyaratan
untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan. Adapun judul Asuhan Keperawatan ini adalah “Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah
Pada Tn.E dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler
:
Congestive Heart Failure
di Rumah Sakit Tk. IV 01.07.02 Binjai”.
Dalam
penyusunan dan pelaksanaan Asuhan
Keperawatan ini, penulis
mendapat dukungan dan bimbingan serta arahan dari berbagai pihak untuk kesempurnaan Asuhan
Keperawatan ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
Asuhan Keperawatan ini, yaitu :
1. Bapak
Mayor CKM dr. Rahmawan Budiaji, Sp.Rad
selaku Kepala Rumah Sakit Tk. IV 01.07.02 Binjai yang telah memberi izin kepada
penulis untuk melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit yang dipimpin.
2. Ibu Ukurmin Pa, S.Kep,Ns,MM
selaku Direktur Akademi Keperawatan Kesdam I/BB Binjai.
3. Ibu
Eva Elfrida Pardede, S.Kep,Ns selaku
Dosen Pembimbing Akademik.
sekaligus
Penguji I yang telah
banyak memberi arahan serta motivasi selama mengikuti Pendidikan Ahli Madya
Keperawatan di Akper Kesdam I/BB Binjai.
4. Ibu Katini, S.Kep, Ns
Selaku Penguji II.
5. Ibu
Nurjuliati Sianturi, S.Kep,Ns,
M.Kep
selaku Penguji III.
6. Seluruh
Dosen dan Staff Akper Kesdam I/BB
Binjai yang telah memberikan banyak arahan kepada penulis.
7. Tn.E yang telah bersedia
menjadi pasien penulis sehingga membantu dalam menyusun Asuhan Keperawatan di
Rumah Sakit Tk. IV 01.07.02 Binjai.
8. Teristimewa
penghargaan yang setinggi-tingginya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Orang Tuaku tercinta Ayahanda Fa’aro
Laia dan Ibunda Sitilai
Bu’ulolo atas didikan dan kasih sayang, dukungan
yang telah diberikan baik moril maupun materi serta Do’a tulus dan ikhlas
yang mengiring setiap langkah penulis.
9. Seluruh
rekan-rekan mahasiswa/i Angkatan ke-IX
(sembilan) Akademi Keperawatan
Kesdam I/BB Binjai yang telah banyak memberi dukungan dalam menyelesaikan
Asuhan Keperawatan ini.
Dalam penyusunan Asuhan Keperawatan
ini penulis menyadari masih jauh
dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dimasa mendatang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih semoga Asuhan Keperawatan ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya bagi kalangan profesi keperawatan dan kita
senantiasa berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Binjai, Januari
2017
Penulis
Nurdamai Laia
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Zaman sekarang
ini, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada
perilaku dan gaya hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan
pola konsumsi makanan, berkurangnya aktivitas fisik atau kurang olahraga,
kebiasaan merokok dan meningkatnya polusi lingkungan, tanpa disadari perubahan
tersebut memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan
semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti: diabetes melitus, hipertensi, stroke, dan jantung. (Setiani,
2014)
Congestive heart failure (CHF) merupakan
salah satu dari penyakit jantung yang akan dibahas dalam tulisan ini. Congestive heart failure adalah
suatu sindrom klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk
memompakan darah keseluruh jaringan tubuh adekuat, akibat adanya gangguan
struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan congestive
heart failure biasanya
terjadi tanda dan gejala sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau
saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga, retensi air seperti
kongestif paru, edema tungkai, terjadi abnormalitas dari struktur dan fungsi
jantung. (Setiani, 2014).
Komplikasi
dari penyakit congestive
heart failure ini terdiri
dari edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri, syok kardiogenik,
episode trombolitik, efusi parikardial dan tamponade jantung (masuknya cairan
kekantung pericardium). Akibat bendungan di berbagai organ dan low output, pada kasus gagal jantung
akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi: dyspnea,
orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang
hemoptisis, ditambah gejala low output
seperti: takikardia, hipotensi dan oliguri, beserta gejala-gejala penyakit penyebab
atau pencetus lainnya seperti keluhan angina pektoris pada infark miokard akut. Pada
keadaan sangat berat akan terjadi syok kardiogenik (Kabo, 2012).
Data
epidemiologi untuk congestive
heart failure di Indonesia belum ada, namun dalam Survey Kesehatan
Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit system sirkulasi merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan
bahwa penyakit jantung berada diurutan ke-delapan (2,8%) pada sepuluh penyakit
kematian terbanyak di Rumah Sakit di Indonesia. Diantara 10 penyakit terbanyak
pada system sirkulasi darah, stroke non hemorhagic (infark)
menduduki urutan penyebab kematian utama, yaitu sebesar 27% (2002), 30% (2003),
dan 23,2% (2004). Congestive heart
failure menempati urutan ke-5 sebagai penyebab kematian yang terbanyak pada
system sirkulasi pada tahun 2005. (Fathoni, 2010)
Prevalensi congestive heart failure di Negara berkembang cukup tinggi dan
makin meningkat. Oleh karna itu, congestive
heart failure merupakan masalah kesehatan yang utama. Setelah dari pasien
yang terdiagnosis congestive heart
failure masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham
menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.
Berdasarkan perkiraan pada tahun 1989, Amerika terdapat 3 juta penderita congestive heart failure dan setiap
tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada
untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita congestive heart failure akan bertambah
setiap tahunnya. (Anurogo & Wulandari, 2012)
Menurut data World Health Organization (WHO), menunjukkan bahwa sebanyak 17,3 juta
orang di dunia meninggal karena penyakit kardiovaskuler dan diperkirakan akan
mencapai 23,3 juta penderita yang meninggal tahun 2020, dan lebih dari 23 juta
orang akan meninggal setiap tahun dengan gangguan kardiovaskuler. Indonesia
menempati nomor empat Negara dengan
jumlah kematian akibat penyakit kardiovaskuler. (WHO, 2013).
Berdasarkan
diagnosis dokter prevalensi penyakit congestive
heart failure (gagal jantung) di
Indonesia Tahun
2013, diperkirakan sekitar
229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala diperkirakan sekitar
530.068 orang. Prevalensi CHF berdasarkan terdiagnosis dokter
tertinggi di Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19 %), dan Jawa Tengah
(0,18%). Prevalensi congestive heart
failure (gagal jantung) berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Nusa
Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara Sulawesi
Selatan dan Papua sebesar 0,5 persen. (Riskesdas, 2013).
Sedangkan jumlah penderita CHF di salah satu Rumah Sakit Sumatera Utara
yaitu RSUP
H Adam Malik
Medan, jumlah pasien baru rawat inap CHF mengalami peningkatan selama tiga
tahun terakhir, yaitu sebanyak 238 pasien pada tahun 2014, 248 pasien pada
tahun 2015 dan sebanyak 295 pasien pada tahun 2016. (RSUP H Adam Malik Medan, 2016)
Dan
berdasarkan data yang di peroleh dari Medikal Record Rumah Sakit Tingkat IV
01.07.02 juga mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir yaitu sebanyak 32
pasien pada tahun 2014, 58 pasien pada tahun 2015, dan 83 pasien pada tahun
2016. (Rekam Medik RS Tk IV Binjai, 2016).
Penyakit jantung dan pembuluh darah
telah menjadi salah satu masalah penting kesehatan masyarakat dan merupakan
penyebab kematian yang utama sehingga
sangat diperlukan peran perawat dalam penanganan pasien gagal jantung khususnya
diruangan ICU. Adapun peran perawat
ICU meliputi
3 bidang yaitu caring Role; memelihara klien dan menciptakan lingkungan biologis,
psikologis, sosiokultural yang membantu penyembuhan, coordinating Role;
mengatur keterpaduan tindakan keperawatan, diagnostic dan terapeutik sehingga
terjalin pelayanan yang efektif dan efisien, therapeutic Role; sebagai pelaksana
pelimpahan tugas dari dokter untuk tindakan diagnostic dan therapeutic. (Akatsuki ,
2011)
Berdasarkan
latar belakang diatas, CHF semakin
meningkat di dunia setiap tahunnya maka penulis tertarik mengangkat judul Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada Sistem Kardiovaskuler
“Congestive
Heart Failure“ di Rumah
Sakit Tingkat IV 01.07.02
Binjai.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Untuk
memperoleh gambaran yang lebih detail tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan
secara langsung pada kasus Congestive
Heart Failure di Rumah Sakit
Tingkat IV 01.07.02 Binjai.
2. Tujuan
Khusus
a) Penulis mampu melaksanakan
pengkajian pada Tn.E
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Congestive
Heart Failure di Ruang Anggrek
Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai
b) Penulis mampu menegakkan
diagnosis keperawatan pada Tn.E
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Congestive Heart Failure di Ruang Anggrek Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai.
c) Penulis mampu membuat rencana
keperawatan pada Tn.E dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler Congestive Heart Failure
di Ruang Anggrek
Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai.
d) Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.E dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler Congestive Heart Failure
di Ruang Anggrek
Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai,
sesuai dengan intervensi.
e) Penulis mampu
melakukan evaluasi pada Tn.E
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Congestive
Heart Failure di Ruang Anggrek
Rumah Sakit TK IV 01.07.02 Binjai.
C. Manfaat Penulisan
1.
Bagi klien
Hasil laporan asuhan keperawatan ini di harapkan dapat
di gunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien mengenai Congestive Heart
Failure.
2.
Bagi Penulis
Menambah pengalaman dan pengetahuan dalam penerapan
ilmu yang di dapat selama pendidikan.
3.
Bagi Praktisi Keperawatan
Hasil laporan asuhan keperawatan ini di harapkan dapat
menjadi bahan masukan bagi perawat mengenai Congestive Heart Failure.
4.
Bagi Pendidikan
Keperawatan
Hasil laporan asuhan keperawatan ini menambahkan
wawasan mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
kardiovasuler: Congestive
Heart Failure.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan
Teoritis Medis
1.
Defenisi
Congestive
heart failure adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan
oleh gangguan yang mengakibatnya terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi diastolic) dan/atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik).
(Suddarth, dkk 2009 dalam buku Amin, dkk 2016)
Congestive
heart failure terkadang
disebut gagal jantung kongestif, ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Gagal
jantung merupakan sodrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban (overload) cairan dan perfusi jaringan
yang buruk. Mekanisme terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan
kontraktilitas jantung (disfungsi sistolik) atau pengisian jantung (diastole) sehingga
curah jantung lebih rendah dari nilai normal. Curah jantung yang rendah dapat
memunculkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan peningkatan beban kerja
jantung dan pada akhirnya terjadi resistensi pengisian jantung. (Smeltzer,
2013)
Congestive
heart failure adalah suatu
keadaan serius, dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output/ curah jantung) tidak
mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen dan zat-zat makanan. (Dwi
Sunar Prasetyono, 2012)
Congestive
heart failure merupakan sidrom klinis yang kompleks dengan
gejala-gejala yang tipikal dari sesak napas (dispneu) dan mudah lelah (fatigue)
yang di hubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur yang diganggu dari
jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan
darah kesirkulasi. (Syamsudin, 2011)
2.
Anatomi Fisiologi
Fungsi anatomi fisiologi kerja
jantung
adalah merupakan salah satu bukti kebesaran Allah kepada kita manusia. Karena
dengan mengenal serta memahami akan cara
kerja jantung kardiovaskular dan pembuluh darah yang terdapat pada
manusia maka sungguh besar akan nikmat sehat yang Allah karuniakan kepada kita
semuanya. Jantung adalah salah satu organ penting
dalam tubuh kita. Fungsi jantung secara umum adalah bekerja sebagai pompa.
Fungsi pompa ini adalah kaitannya dengan sistem peredaran tubuh sehingga ketika
jantung bekerja untuk dan dalam rangka memompakan darah ke seluruh jaringan
tubuh kita.
Jantung adalah
organ berongga berbentuk kerucut tumpul dan memiliki empat ruang dan terletak
antara kedua paru – paru dibawah rongga toraks. Dua pertiga jantung terletak disebelah kiri
midsternal line (garis tengah yang membagi badan jadi dua, tepat
ditengah tulang rusuk). Jantung dilindungi oleh rongga paru-paru kanan dan kiri
yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar,
trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. Ukuran jantung kurang lebih
sebesar kepalan tangan pemiliknya. (Ardiansyah, 2012).
Jantung
terletak dalam ruang mediastinum rongga dada yaitu diantara paru, perikardium
yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan : lapisan dalam (perikardium
viseralis) & lapisan luar (perikardium parietalis). Perikardium parietalis melekat
kedepan pada sternum kebelakang pada kolumna vertebralis, dan kebawah pada
diafragma. Perikardium viseralis melekat secara langsung pada permukaan
jantung. Jantung terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar (epikardium),
lapisan tengah otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah
lapisan endotel yang disebut endokardium.
(Ardiansayah, 2012).
Ventrikel Kanan
|
|
Ventrikel Kiri
|
|
Atrium Kanan
|
|
Atrium Kiri
|
Gambar 2.1
Anatomi Jantung
Jantung
merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya menyerupai otot polos
yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Kerja Fungsi jantung adalah mengatur
distribusi darah ke seluruh bagian tubuh. Bentuk jantung menyerupai jantung
pisang, besarnya kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya. Bagian atasnya
tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Disebelah bawah agak
runcing yang disebut apeks kordis.
Letak jantung didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma,
dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah
papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut
iktus kordis. Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya
kira-kira 250-300 gram.
1)
Lapisan Jantung
Dinding
jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun secara
spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus. Lapisan jantung itu sendiri terdiri
dari Perikardium, Miokardium, dan Endokardium.
Berikut
ini penjelasan ketiga lapisan jantung yaitu:
a.
Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Terdiri dari dua lapisan :
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Terdiri dari dua lapisan :
·
Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong
yang membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma,
bersatu dengan pembuluh darah besar merekat pada sternum melalui ligamentum
sternoperikardial.
·
Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian,
yaitu Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering disebut
epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung sedikit cairan yang
berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
b.
Miokardium
·
Myo berarti "otot", merupakan lapisan tengah yang
terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung.
Serat-serat otot ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung. Lapisan
otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner.
c.
Endokardium
·
Endo berarti "di dalam", adalah lapisan tipis
endothelium, suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh
sistem sirkulasi peredaran darah.
2)
Ruang-Ruang Jantung
Berbicara
mengenai anatomi jantung maka organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang
yang berdinding tipis disebut dengan atrium (serambi), dan 2 ruang yang
berdinding tebal yang disebut dengan ventrikel (bilik).
Atrium
dan ventrikel jantung ini masing-masing akan dipisahkan oleh sebuah katup, sedangkan sisi kanan dan kiri
jantung akan dipisahkan oleh sebuah sekat yang dinamakan dengan septum.
Septum atau sekat ini adalah suatu partisi otot kontinue yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung.
Septum atau sekat ini adalah suatu partisi otot kontinue yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung.
Gambar 2.2
Pemisahan Atrium
dan Ventrikel Jantung
Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung kanan menerima dan juga memompa darah yang mengandung oksigen rendah sedangkan sisi jantung sebelah kiri adalah berfungsi untuk memompa darah yang mengandung oksigen tinggi. Jantung terdiri dari beberapa ruang jantung yaitu atrium dan ventrikel yang masing-masing dari ruang jantung tersebut dibagi menjadi dua yaitu atrium kanan kiri, serta ventrikel kiri dan kanan.
a. Atrium
Berikut fungsi dari masing-masing atrium jantung tersebut yaitu :
Berikut fungsi dari masing-masing atrium jantung tersebut yaitu :
·
Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang rendah
oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior,
vena kava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri.
Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru. Atrium
kanan menerima darah de-oksigen dari tubuh melalui vena kava superior (kepala
dan tubuh bagian atas) dan inferior vena kava (kaki dan dada lebih rendah).
Simpul sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan jaringan otot jantung
dari atrium berkontraksi dengan cara yang terkoordinasi seperti gelombang.
Katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan dari ventrikel kanan, akan terbuka
untuk membiarkan darah de-oksigen dikumpulkan di atrium kanan mengalir ke
ventrikel kanan
·
Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4
buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri dan selanjutnya
ke seluruh tubuh melalui aorta. Atrium kiri menerima darah beroksigen dari
paru-paru melalui vena paru-paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial
kemajuan melalui atrium, darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri.
b. Ventrikel
Berikut adalah fungsi ventrikel yaitu :
Berikut adalah fungsi ventrikel yaitu :
·
Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke
paru-paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel kanan menerima darah de-oksigen
sebagai kontrak atrium kanan. Katup paru menuju ke arteri paru tertutup,
memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh,
mereka kontrak. Sebagai kontrak ventrikel kanan, menutup katup trikuspid dan
katup paru terbuka. Penutupan katup trikuspid mencegah darah dari dukungan ke
atrium kanan dan pembukaan katup paru memungkinkan darah mengalir ke arteri
pulmonalis menuju paru-paru.
·
Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh
tubuh melalui aorta. Ventrikel kiri menerima darah yang mengandung oksigen
sebagai kontrak atrium kiri. Darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri.
Katup aorta menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan
darah. Setelah ventrikel penuh, dan berkontraksi. Sebagai kontrak ventrikel
kiri, menutup katup mitral dan katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral
mencegah darah dari dukungan ke atrium kiri dan pembukaan katup aorta
memungkinkan darah mengalir ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh. (Syamsudin,
2006)
3)
Katup-Katup Jantung.
Katub jantung ini terdiri dari 4 yaitu :
Katub jantung ini terdiri dari 4 yaitu :
a. Katup Trikuspidalis
Katup
trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini
terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan.
Katup trikuspidalis berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium
kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya,
katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup.
b. Katup Pulmonalis
Setelah katup trikuspid tertutup,
darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis.
Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan
berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus
pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang
terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan
relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju
arteri pulmonalis.
c. Katup Bikuspid (Bikuspidalis).
Katup
bikuspid atau katup mitral
mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup
trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid
terdiri dari dua daun katup.
d. Katup Aorta.
Katup aorta terdiri dari 3 daun
katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan membuka pada saat
ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh.
Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah
darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.
Dan mengenai fisiologi jantung itu terdiri dari :
Dan mengenai fisiologi jantung itu terdiri dari :
a. Sistem pengaturan jantung.
b. Sistem kelistrikan jantung.
c. Siklus jantung.
d. Bunyi jantung.
e. Curah jantung.
3. Klasifikasi
The New York Herart Association (NYHA) menetapkan metode pertama
klasifikasi berdasarkan jumlah aktifitas yang di perlukan untuk memunculkan
gejala. Kelas I tidak menunjukkan adanya keterbatasan aktifitas. Kelas II
adalah diagnosis ketika gejala pada taraf ringan dan dan hanya saat aktifitas
tertentu. Kelas III ditandai dengan timbulnya gejala saat beraktifitas, kecuali
hanya saat pasien istirahat. Diagnosis Kelas IV di buat ketika gejala terlihat
meskipun pasien sedang istirahat.
Tabel 1. Klasifikasi gagal
jantung menurut fungsi NYHA
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
|
Aktifitas fisik tidak dibatasi
Aktifitas fisik terbatas
Marked
limitation of activity
Activity severly
limited
|
Tabel 2. Klasifikasi gagal
jantung menurut ACC/AHA
Kelas A
Kelas B
Kelas C
Kelas D
|
Orang yang beresiko tinggi
Struktur jantung tidak normal tanpa
perkembangan gejala.
Gejala gagal jantung di rasakan dengan
friksi ejeksi (blood output) normal
atau menurun.
Gejala jantung pada fase akhir atau
telah sulit disembuhkan (fase refraktori).
|
Skema klasifikasi kedua dikembangkan oleh
American College of Cardiology dan American Heart Association yang didasarkan
kepada temuan yang terukur pada jantung. Klasifikasi ini terdiri atas empat
tahap atau dikenal dengan ACC/AHA Klasifikasi. Tahap A menunjukan seorang pasien
yang berisiko tinggi untuk mengalami gagal jantung tetapi belum menunjukkan
perubahan pada jantung. Tahap B dianggap sebagai tahap berisiko tinggi tetapi
sejumlah perubahan/gejala mulai terlihat. Tahap C adalah tahap pertama ketika diagnosis
gagal jantung telah ditetapkan. Pada tahap ini biasa orang baru menyadari
gejala dan mulai mengunjungi dokter untuk diagnosis serta pengobatan. Tahap D
adalah gagal jantung tahap akhir, ketika pasien tidak lagi merespons terhadap
terapi konvesional. Masing-masing tahap ACC/AHA memerlukan pengobatan
tersendiri. (Syamsudin, 2011)
4. Etiologi
Menurut
Wijaya & Putri (2013) secara umum gagal jantung dapat di sebabkan oleh
berbagai hal yang dapat dikelompokkan menjadi :
a)
Disfungsi
Miokard
·
Iskemia miokard
penyakit yang ditandai oleh berkurangnya
aliran darah ke otot jantung. Biasanya terjadi sekunder terhadap penyakit
arteri koroner/ penyakit jantung koroner, dimana aliran darah melalui arteri
terganggu.
·
Infark miokard
kondisi terhentinya aliran darah dari arteri koroner
pada area yang terkena yang menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia)
lalu sel-sel jantung menjadi mati
(nekrosis
miokard)
·
Miokarditis
Miokarditis adalah peradangan atau
inflamasi pada miokardium.
Peradangan
ini dapat disebabkan oleh penyakit reumatik akut dan infeksi virus seperti
cocksakie virus, difteri , campak, influenza , poliomielitis, dan berbagai
macam bakteri, rikettsia, jamur, dan parasit.
·
Kardiomiopati
Kardiomiopati yang secara harfiah
berarti penyakit miokardium, atau otot jantung, ditandai dengan hilangnya
kemampuan jantung untuk memompa darah dan berdenyut secara normal. Kondisi
semacam ini cenderung mulai dengan gejala ringan, selanjutnya memburuk dengan
cepat. Pada keadaan ini terjadi kerusakan atau gangguan miokardium, sehingga jantung
tidak mampu berkontraksi secara normal.
b)
Beban tekanan
berlebihan pada sistolik (sistolik overload)
·
Stenosis aorta
Stenosis katup aorta adalah
suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup aorta.
Penyempitan pada katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara
maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta. Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 4
kuncup yang akan menutup dan membuka sehingga darah bisa melewatinya.
·
Hipertensi
iskemik
Peningkatan tekanan darah secara cepat (misalnya
hipertensi yang berasal dari ginjal atau karena penghentian obat antihipertensi
pada penderita hipertensi esensial) bisa menimbulkan hilangnya kemampuan
kompensasi jantung (dekompensasi).
·
Koartasio aorta
Koartasio Aorta adalah penyempitan pada aorta,
yang biasanya terjadi pada titik dimana duktus arteriosus tersambung
dengan aorta dan aorta membelok ke bawah.
c)
Beban volume
berlebihan pada diastolic (diastolic overload)
·
Insufisiensi
katub mitral dan trikuspidalis
·
Tranfusi
berlebihan
d)
Peningkatan
kebutuhan metabolic (demand overload)
·
Anemia
Dengan keberadaan anemia, kebutuhan oksigen untuk
jaringan metabolisasi hanya bisa dipenuhi dengan kenaikan curah jantung.
Meskipun kenaikan curah jantung bisa ditahan oleh jantung yang normal, jantung
yang sakit dan kelebihan beban (meski masih terkompensasi) mungkin tidak mampu
menambah volume darah yang dikirim kesekitarnya. Dalam hal ini, kombinasi
antara anemia dengan penyakit jantung yang terkompensasi sebelum bisa memicu
gagal jantung dan menyebabkan tidak cukupnya pasokan oksigen kedarah
sekitarnya.
·
Tirotoksikosis
Tiroktosikosis adalah suatu keadaan di
mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu
kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan
memberikan hormon tiroid berlebihan. Tirotoksikosis sebagai akibat dari
produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan.
·
Biri-biri
·
Penyakit paget
e)
Gangguan
pengisian ventrikel
·
Primer (gagal distensi
sistolik)
1.
Perikarditis
akut
Perikarditis akut adalah peradangan
pada perikardium (kantung selaput jantung) yang dimulai secara tiba-tiba dan
sering menyebabkan nyeri. Peradangan tersebut dapat menyebabkan cairan dan
menghasilkan darah (fibrin, sel darah merah dan sel darah putih) yang akan
memenuhi rongga pericardium. Inflamasi
pada perikardium terjadi kurang dari 6 minggu.
2.
Tamponade
jantung
Tamponade jantung adalah sindrom klinik
dimana terjadi penekanan yang cepat atau lambat terhadap jantung akibat
akumulasi cairan, nanah, darah, bekuan darah, atau gas di perikardium, sebagai
akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur jantung.
·
Sekunder
1.
Stenosis mitral
Stenosis mitral
adalah suatu penyempitan jalan aliran darah ke ventrikel. Penyempitan katup
mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah
antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis),
darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan
seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta
gejala lainnya.
2.
Stenosis
trikuspidalis
Stenosis trikuspidalis penyempitan
lubang katup trikuspidalis, yang menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah
dari atrium kanan ke ventrikel kanan. Stenosis katup trikuspidalis menyebabkan
atrium kanan membesar dan ventrikel kanan mengecil. Jumlah darah yang kembali
ke jantung berkurang dan tekanan di dalam vena yang membawa darah kembali ke
jantung meningkat tajam.
Factor-
factor perkembangan gagal jantung :
a.
Aritmia
Aritmia akan
mengganggu fungsi mekanisme jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang
memulai respon mekanis
b.
Infeksi sistemik
dan infeksi paru-paru
Respon tubuh
terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang
meningkat
c.
Emboli paru
Emboli paru secara mendadak
akan meningkatkan resistensi terhadap reaksi ventrikel kanan, pemicu terjadinya
gagal jantung kanan.
(Wijaya dkk, 2013)
Pencarian sistematis
terhadap penyebab/pemicu harus dilakukan pada setiap pasien yang baru mengalami
gagal jantung atau pun yang mengalami perburukan. Jika dikenali dengan baik,
penyebab pemicu gagal jantung bisa diobati dengan lebih efektif dibandingkan
penyebab utama. Oleh sebab itu, prognosis akan lebih baik jika faktor pemicu
terdeteksi secara dini pada penderita gagal jantung dan segera mendapat
pengobatan daripada pasien dengan proses penyakit dasar yang terus berkembang
hingga menimbulkan gagal jantung tanpa penyebab pemicu. (Syamsudin, 2011)
5.
Patofisiologi
1. Mekanisme
dasar
Kelainan
kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi cardiac
output dan meningkatkan volume ventrikel.
Dengan
meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) maka terjadi pula
peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Meningkatnya LEDV, akan
mengakibatkan pula peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung ke dalam anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan
kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler
paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi
cairan melebihi kecepatan draenase limfatik, maka akan terjadi edema
interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke alveoli dan terjadi edema paru.
2. Respon
kompensatorik
a. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatik
Menurunnya
cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergik jantung dan medula
adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktil akan meningkat untuk menambah
cardiac output (CO), juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk
menstabilkan tekanan arteri dan retribusi volume darah dengan mengurangi aliran
darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar
perfusi ke jantung dan ke otak dapat di pertahankan. Vasokontriksi akan
meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung yang selanjutnya akan
menambah kekuatan kontriksi.
b. Meningkatnya
beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron ( RAA).
Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal, meningkatkan volume
ventrikel-ventrikel tegangan tersebut. Peningkatan beban awal ini akan menambah
kontraktilitas miokardium
c. Atropi
ventrikel
Respon
kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi miokardium akan
bertambah tebalnya dinding
d. Efek
negatif dari respon kompensatorik
Pada
awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada akhirnya dapat
menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju jantung dan memperburuk tingkat
gagal jantung.
Resistensi
jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini mengakibatkan
bendungan paru-paru, vena sistemik dan edema, fase kontruksi arteri dan
redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler
yang terkena menimbulkan tanda serta gejala, misalnya berkurangnya jumlah air
kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri juga
menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi
ventrikel, beban akhir juga kalau dilatasi ruang jantung. Akibat kerja jantung
dan kebutuhan miokard akan oksigen juga meningkat, yang juga ditambah lagi
adanya hipertensi miokard dan perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika
kebutuhan miokard akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemik
miokard, akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan gagal
jantung yang berulang. (Wijaya & Putri 2013)
6.
Manifestasi Klinis
1. Gagal Jantung Kiri
·
Kongesti
pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen yang
rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop
ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
·
Dispnea saat
beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal (PND).
·
Batuk kering dan
tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah menjadi batuk berdahak.
·
Sputum berbusa,
banyak dan berwarna pink (berdarah).
·
Krekels pada
kedua basal paru dan dapat berkembang menjadi krekels diseluruh area paru.
·
Perfusi jaringan
yang tidak memadai.
·
Oliguria
(penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari)
·
Dengan
berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala seperti: gangguan
pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas, sianosis, kulit
pucat atau dingin dan lembab.
·
Takikardia,
lemah, pulsasi lemah, keletihan.
2. Gagal Jantung Kanan
·
Kongesti pada
jaringan visceral dan perifer.
·
Edema estremitas
bawah (edema dependen), hepatomegali, asites, (akumulasi cairan pada rongga
peritoneum), kehilangan nafsu makan, mual, kelemahan, dan peningkatan berat
badan akibat penumpukan cairan. (Smeltzer, 2016)
Pada
anak dan bayi :
1.
Takikardia
(denyut jantung >160 kali/menit pada anak umur di bawah 12 bulan; >120
kali/menit pada umur 12 bulan -5 Tahun
2.
Hepatomegali,
peningkatan tekanan vena jugularis dan edema perifer (tanda kongestif)
3.
Irama derap
dengan crakles/ronki pada basal paru
4.
Pada bayi napas
cepat (atau berkeringat, terutama saat di beri makanan; pada anak yang lebih
tua edema kedua tungkai, tangan atau muka, atau pelebaran vena leher
5.
Telapak tangan
sangat pucat, terjadi bila gagal jantung di sebabkan oleh anemia. (Nurarif
& Kusuma, 2016)
7.
Komplikasi
1.
Edema paru akut
terjadi akibat gagal jantung kiri
2.
Syok kardiogenik
: stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan curah jantung dan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak)
3.
Episode
trombolitik
Thrombus terbentuk karna imobilitas pasien dan
gangguan sirkulasi dengan aktivitas thrombus dapat menyumbat pembuluh darah.
4.
Efusi
pericardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kekantung pericardium, cairan dapat
meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik
vena ke jantung ® tamponade jantung. (Wijaya & Putri, 2013)
8.
Pemeriksaan
Penunjang
a)
Elektro
kardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, disritmia, takikardia,fibrilasi atrial.
b)
Uji stress
Merupakan pemeriksaan non-infasif yang bertujuan untuk
menetukan kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi sebelumnya.
c)
Ekokardografi
-
Ekokardografimodel
M (berguna untuk mengealuasi volume balik dan kelainan regional, model M paling
sering di pakai dan ditayangkanbersama EKG).
-
Ekokardografi
dua dimensi (CT-scan)
-
Ekokardografi
Doppler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal terhadap jantung).
d)
Kateterisasi
jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagaljantung kanan dan gagal jantung kiri stenosis katub atau
insufisiensi.
e)
Radiografi dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan dalam pembuluh darah
abnormal.
f)
Elektrolit
Mungkin berubah karna perpindahann cairan/ penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
g)
Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika Congestive Heart Failure (gagal jantung) menjadi kronis.
h)
Analisa gas
darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis
respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
i)
Blood ureum
nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukan penurunan fungsi ginjal.
Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
j)
Pemeriksaan
tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukan hiperaktifitas
tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung.
(Nurarif & Kusuma, 2016)
9. Pencegahan
Menurut
Soegondo (2011) ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
gagal jantung, diantaranya:
a)
Mengonsumsi makanan sehat yang mengandung banyak serat,
seperti sayur-sayuran, buah-buahan, gandum, ikan, dan daging, serta menghindari
asupan garam yang berlebihan. Selain dari bayam, zat besi juga bisa didapatkan
dari suplemen. Hindari makanan yang mengandung lemak jenuh, seperti jeroan,
daging kambing, kerang, kuning telur, dan udang. Selain itu batasi asupan gula
dan garam.
b)
Menjaga berat badan pada batasan sehat dan melakukan langkah-langkah penurunan berat badan jika
diperlukan.
c)
Berhenti merokok bagi seorang perokok. Jika bukan
perokok maka upayakan untuk menghindari asap rokok agar tidak menjadi perokok
pasif.
d)
Tidak mengonsumsi minuman keras.
e)
Berolahraga secara teratur, melakukukan aktivitas atau
olahraga yang dapat membuat jantung sehat, seperti bersepeda atau berjalan
kaki, minimal dua setengah jam per minggu.
f)
Menjaga kadar kolesterol dan
tekanan darah
pada batas sehat, karena kedua hal tersebut dapat meningkatkan resiko gagal
jantung.
10. Penatalaksanaan
Tujuan
dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
·
Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan
menurunkan konsumsi oksigen dengan pembatasan aktivitas.
·
Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung
dengan digitalisasi.
·
Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam,
diuretik, dan vasodilator.
Penatalaksanaan
congestive heart failure (gagal jantung) di bagi atas:
·
Terapi non
farmakologi
a)
CHF Kronik
1.
Meningkatkan
oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui
istirahat atau pembatasan aktifitas.
2.
Diet pembatasan
natrium menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.
3.
Pembatasan
cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari). (Wijayaningsih, 2013)
4.
Olahraga secara
teratur, diet rendah
garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis,
menghindari rokok. (Huda & Kusuma, 2016)
b)
CHF Akut
1.
Oksigenasi
(ventilasi mekanik).
2.
Pembatasan
cairan.
·
Terapi
farmakologi
a)
Memperbaiki daya pompa jantung.
-
Therapi Digitalis : Ianoxin. Untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
vena dan volume darah dan peningkatan diuresisi \dan mengurangi edema.
-
Obat Inotropik : Amrinone (Inocor), Dopamine
(Intropin)
b)
Pengendalian retensi garam dan cairan
-
Diet rendah garam. Untuk mencegah, mengontrol, atau
menghilangkan edema.
-
Diuretik : chlorothiazide (Diuril), Furosemide
(Lasix), Sprionolactone (aldactone). Diberikan untuk memacu eksresi natrium
dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati – hati karena efek samping
hiponatremia dan hipokalemia.
c)
Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor :
captropil, enalopril, lisinopril. Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi
impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini
memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
d)
Penyekat beta (beta
blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan menurunkan tekanan darah
agar beban jantung berkurang
e)
Infusi intravena
: nesiritida, milrinzne, dobutamin. (Smeltzer, 2016)
B. Tinjauan
Teoritis Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian
merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai
dua kegiatan pokok, yaitu :
1) Pengumpulan
Data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang
klien yang di lakukan secara akurat dan sistematis untuk menentukan status
kesehatan, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat di
peroleh melalui anamneses, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
a) Anamnesa
1)
Identitas
penderita
- Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal
masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan doagnosa medik.
- Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama,
umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.
2)
Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi
alasan pasien untuk meminta pertolongan pada tenaga kesehatan seperti, dispnea,
kelemahan fisik, dan edema sistemik.
3)
Riwayat penyakit
sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama
dengan memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang
didapat dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya
dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala
lain yang mengganggu pasien.
4)
Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu
tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas
infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga
obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin
masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien (Wijaya & Putri,
2013).
5)
Riwayat keluarga
Tanyakan pasien penyakit yang pernah
dialami oleh kelurga. Bila ada keluarga yang meninggal tanyakan penyebab
meninggalnya. Penyakit jantung pada orang tuanya juga menjadi faktor utama
untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya. (Ardiansyah, 2012).
b) Pemeriksaan fisik
1)
Aktivitas/ istrirahat
Gejala: keletihan, kelemahan terus
sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat atau
pada pengerahan tenaga.
Tanda: gelisah, perubahan status mental
(latergi, TTV berubah pada aktivitas).
2)
Sirkulasi
Gejala:
-
Riwayat hipertensi,
episode gagal jantung kanan sebelumnya
-
Penyakit katup jantung,
bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen, sabuk terlalu kuat (pada gagal jantung kanan)
Tanda:
-
Tekanan darah mungkin
menurun (gagal pemompaan)
-
Tekanan nadi menunjukan
peningkatan volume sekuncup
-
Frekuensi jantung
takikardia ( gagal jantung kiri)
-
Irama jantung:
sistemik, misalnya: fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur/ takikardia
blok jantung
-
Nadi apikal disritmia
-
Bunyi jantung S3 (gallop)
adalah diasnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin lemah
-
Murmur sistolik dan
diastolik dapat menandakan adanya katup atau insufisiensi x
-
Nadi: nadi perifer
berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral
mungkin kuat, misal: nadi jugularis coatis abdominal terlihat
-
Warna kulit: kebiruan,
pucat, abu-abu, sianosis
-
Punggung kuku: pucat
atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat
-
Hepar: pembesaran/
dapat teraba, reflek hepato jugularis
-
Bunyi napas: krekel,
ronchi
-
Edema: mungkin
dependen, umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas
-
Distensi vena jugularis.
3)
Integritas ego
Gejala:
-
Ansietas, khawatir, takut
-
Stres yang berhubungan dengan penyakit/ finansia
Tanda:
-
Berbagai maninfestasi perilaku, missal: ansietas,
marah ketakutan
4)
Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih,
urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturnal), diare/ konstipasi
5)
Makanan/ cairan
Gejala:
-
Kehilangan nafsu makan
-
Mual/ muntah
-
Penambahan berat badan signifikan P
-
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
-
Pakaian/ sepatu terasa sesak
-
Diet tinggi garam/ makanan yang telah diproses,
lemak, gula, dan kafein
-
Penggunaan diuretik (Wijaya & Putri, 2013).
Tanda:
-
Penambahan berat badan cepat
-
Distensi abdomen (asites), edema (umum,
dependen, atau pitting)
6)
Hygiene
Gejala: Keletihan, kelemahan, kelemahan
selama aktivitas perawatan diri
Tanda: Penampilan menandakan kelalaian
perawatan personal
7)
Neurosensori
Gejala
: Kelemahan, peningkatan episode pingsan
Tanda : Letargi, kuat fikir,
disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung
8)
Nyeri/ kenyamanan
Gejala:
Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan.
Tanda: Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik
diri), perilaku melindungi diri
9)
Pernapasan
Gejala:
-
Dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk
atau dengan beberapa bantal
-
Batuk dengan/ tanpa sputum
-
Riwayat penyakit paru kronis
-
Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen
atau medikasi
Tanda:
-
Pernapasan takipnea, nafas dangkal, pernapasan
laboral, penggunaan otot aksesoris
-
Pernapasan nasal faring
-
Batuk kering/ nyaring/ non produktif atau
mungkin batuk terus menerus dengan tanpa sputum
-
Sputum: mungkin bercampur darah, merah mudah/
berbuih, edema pulmonal
-
Bunyi napas: mungkin tidak terdengar dengan
krekels banner dan mengi
-
Fungsi mental: mungkin menurun, letargi,
kegelisahan, warna kulit pucat/ sianosis (Wijaya & Putri, 2013).
c) Pemeriksaan penunjang
1.
Radiogram dada
Kongesti vena paru, redistribusi
vaskuler pada lobus-lobus atas paru, kardiomegali
2.
Kimia darah
Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap
lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin
meningkat
3.
Urine
Lebih pekat, bunyi jantung meningkat,
natrium meningkat
4.
Fungsi hati
Pemanjangan masa protombin, peningkatan
bilirubin dan enzim hati (SGOT dan SGPT meningkat) (Wijaya & Putri, 2013)
2)
Analisa
Data
Data
yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokkan dan dilakukan analisa serta
sintesa data. Dalam mengelompokkan data dibedakan atas data subjektif dan data
objektif.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis
dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien.
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien
yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi dimana pemecahannya dapat
dilakukan dalam batas wewenang perawat.
1)
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miocard, perubahan
struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik ditandai dengan peningkatan frekuensi jantung (takikardia),
yaitu distritmia dan perubahan gambaran pola Elektrokardiografi (EKG),
perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi), bunyi ekstra (S3 dan S4),
penurunan tekanan urine, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin dan kusam,
serta orthopnea, crekels, pembesaran hepar edema dan nyeri dada.
2)
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen, kelemahan umum,
dan bed rest atau tirah baring dalam jangka waktu lama/ immobilitas ditandai dengan adanya
kelemahan, kelelahan, perubahan
tanda vital, distritmia, dispnea, pucat dan keluar keringat.
3)
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan memberan kapiler alveoli ditandai dengan
dispnea, pernafasan abnormal, gelisah, cuping hidung, warna kulit pucat.
4)
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju fitrasi glomerulus/
meningkatnya produksi Anti Diuretic Hormon (ADH) dan retensi natrium dan
air ditandai
dengan orthopnea, bunyi jantung S3, oliguri, edema, peningkatan berat badan, hipertensi,
distress pernapasan, dan bunyi jantung abnormal.
5)
Resiko tinggi gangguan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring dalam jangka waktu yang lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan ditandai
dengan kelembapan kulit, kerusakan pada permukaan kulit.
(Wijaya
& Putri, 2013)
6)
Gangguan pola
tidur berhubungan dengan sesak nafas, penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomegali ditandai dengan ketidaknyamanan fisik.
7)
Kecemasan berhubungan dengan dispnea,
ancaman kematian ditandai dengan gelisah, insomnia, resah, ketakutan, sedih, fokus pada diri dan kekhawatiran. (Judith
& Wilkson, 2012)
8)
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal jantung ditandai dengan pertanyaan
masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode Gagal jantung kronik yang dapat dicegah.
3. Intervensi Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka
intervensi dan aktifitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi,
menghilangkan, dan mencengah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut
perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa
keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan criteria evaluasi dan
merumuskan intervensi dan aktifitas
keperawatan. Intervensi Keperawatan menurut NANDA,
NIC & NOC.
(Judith & Wilkson, 2012).
1. Diagnosa I
·
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miocard, perubahan
struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik ditandai dengan peningkatan frekuensi jantung (takikardia),
yaitu distritmia dan perubahan gambaran pola Elektrokardiografi (EKG),
perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi), bunyi ekstra (S3 dan S4),
penurunan tekanan urine, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin dan kusam,
serta orthopnea, crekels, pembesaran hepar edema dan nyeri dada
Tabel 3 : Intervensi Keperawatan Diagnosa I
Rencana
Keperawatan
|
|
NOC
(Tujuan dan kriteria hasil)
|
NIC
(Intervensi)
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan curah jantung kembali adekuat
dengan kriteria hasil :
·
TTV dalam batas normal
·
Ortopnea tidak ada
·
Nyeri dada tidak ada
·
Terjadi penurunan episode dyspnea
·
Ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
|
Mandiri
·
Kaji fungsi jantung tentang: bunyi, frekuensi,
dan irama jantung
·
Observasi sirkulasi nadi perifer
·
Pantau tekanan darah pasien
·
Kaji adanya sianosis dan perubahan kulit yang
pucat
·
Kaji perubahan sensori: letargi (penurunan
kesadaran, cemas, dan depresi)
·
Beri lingkungan yang tenang dan tirah baring
Kolaborasi
·
Kolaborasi pemberian obat anti aritmia jika diperlukan
·
Berikan
oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi
|
2. Diagnosa II
·
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen, kelemahan umum,
dan bed rest atau tirah baring dalam jangka waktu lama/ immobilitas ditandai dengan adanya
kelemahan, kelelahan, perubahan
tanda vital, distritmia, dispnea, pucat dan keluar keringat. (Ardiansyah, 2012)
Tabel 4 : Intervensi Keperawatan Diagnosa
II
Rencana
Keperawatan
|
|
NOC
(Tujuan dan Kriteria Hasil)
|
NIC
(Intervensi)
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan Klien dapat menoleransi aktivitas dan melakukan ADL dengan baik dengan kriteria
hasil :
· Berparsitipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan
dengan peningkatan normal denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan tekanan
darah serta memantau pola dalam batas normal.
· Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
· Mengidentifikasi aktifitas atau situasi yang
menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleransi aktifitas.
· Mengatur jadwal aktifitas untuk menghemat energi.
·
Peningkatan intoleransi aktifitas
|
Mandiri
· Pantau tanda-tanda vital sebelum selama dan setelah
aktivitas, hentikan aktivitas jika
tanda-tanda vital tidak dalam rentang normal.
· Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala,
bersandar, duduk, dan berdiri.
· Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas selama
periode istirahat.
· Penggunaan teknik relaksasi (mis: mengalihkan
perhatian pasien dari hal-hal lain, posisi pasien yang tepat, pikiran
beristirahat dan lingkungan tenang) selama aktifitas.
Manajemen
energi :
· Ajarkan rentang pengaturan aktivitas dan anjurkan
kepada klien untuk menghindari stress, jaga berat badan, tidur teratur, makan
sesuai diet yang di anjurkan untuk mencegah kelelahan.
· Pantau respon oksigen pasien terhadap aktifitas
perawatan diri
· Pantau penyebab keletihan.
Kolaborasi:
· Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila
nyeri merupakan salah satu faktor penyebab.
· Rujuk
pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung.
|
3. Diagnosa
III
·
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membenaran kapiler alveoli ditandai dengan
dispnea, pernafasan abnormal, gelisah, cuping hidung, warna kulit pucat.
Tabel 5 : Intervensi Keperawatan Diagnosa
III
Rencana
Keperawatan
|
|
NOC
(Tujuan dan Kriteria Hasil)
|
NIC
(Intervensi )
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan
oksigenasi dan ventilasi adekuat dengan kriteria hasil :
·
Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
·
Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
·
Tanda tanda vital dalam rentang
normal
|
Mandiri
·
Kaji pernafasan pasien tiap dua jam
(frekuensi, irama, bunyi dan kedalaman)
·
Kaji sianosis jika ada
·
Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas
dalam.
·
Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri (alat
untuk pemantauan kadar oksigen dalam darah dari Hb pasien)
·
Berikan tirah baring
·
Kaji adanya perubahan sensori: perubahan
mental, kepribadian dan penurunan kesadaran.
·
Pertahankan posisi duduk semifowler
·
Latih batuk efektif jika terjadi batuk
Kolaborasi :
·
Pantau/gambarkan seri GDA (gas darah arteri)
·
Periksa GDA (gas darah arteri) sesuai indikasi
·
Kolaborasi pemberian obat/oksigen tambahan
sesuai indikasi
|
4. Diagnosa IV
·
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus/
meningkatnya produksi Anti Deuretik Hormon (ADH) dan retensi natrium dan air ditandai dengan
orthopnea, bunyi jantung S3, oliguri, edema, peningkatan berat badan,
hipertensi, distress pernapasan, dan bunyi jantung abnormal. (Ardiansyah, 2012)
Tabel 6 : Intervensi Keperawatan Diagnosa
IV
Rencana
Keperawatan
|
|
NOC
(Tujuan dan Kriteria Hasil)
|
NIC
(Intervensi)
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pasien mengalami keseimbangan cairan dan
elektrolit. dengan kriteria hasil :
·
Masukan dan haluaran cairan dalam
batas seimbang
·
Bunyi nafas bersih/ jelas
·
Tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima
·
Berat badan stabil
·
Tak ada edema
|
Mandiri
·
Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna
·
Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama
24 jam
·
Ajarkan klien
dengan posisi semifowler
·
Pantau tekanan darah
·
Kaji bising usus,
catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi
·
Timbang berat badan tiap hari
·
Pantau hasil laboratorium yang
relevan dengan keseimbangan cairan
·
Ubah posisi sesering mungkin.
·
Palpasi hepatomegali (pembesaran hati). Cacat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/
nyeri tekan.
Kolaborasi :
·
Pemberian obat sesuai indikasi
·
Konsultasikan dengan ahli gizi untuk
memberikan diet dengan kandungan protein yang adekuat dan pembatasan natrium.
|
5. Diagnosa V
·
Risiko
tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring dalam jangka
waktu yang lama, edema, dan penurunan perfusi jaringan ditandai dengan kelembapan, kerusakan pada permukaan
kulit (epidermis). (Ardiansyah, 2012)
Tabel 7 : Intervensi Keperawatan Diagnosa V
Rencana
Keperawatan
|
|
NOC
(Tujuan dan Kriteria Hasil)
|
NIC
(Intervensi)
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit dengan criteria hasil :
·
Mempertahankan integritas kulit
·
Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah
kerusakan kulit.
|
Mandiri
·
Kaji kulit, adanya edema, area sirkulasi
terganggu, atau kegemukan/ kurus
·
Pijat area kemerahan atau yang memutih
·
Sering mengubah posisi ditempat tidur/kursi,
bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
·
Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan
kelembaban/ekskresi.
·
Lihat permukaan kulit, pertahankan
tetap kering dan brikan bantalan sesuai indikasi
Kolaborasi :
·
Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma untuk
mendapatkan bantuan dalam pengkajian, penentuan derajat luka dan dokumentasi
perawatan luka atau kerusakan kulit.
|
6. Diagnnosa
VI
·
Gangguan pola
tidur berhubungan dengan sesak nafas, penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomigali ditandai dengan ketidaknyamanan fisik.
Tabel 8 : Intervensi Keperawatan Diagnosa
VI
Rencana
Keperawatan
|
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan kebutuhan istirahat tidur
klien terpenuhi dengan criteria hasil :
·
Klien dapat tidur nyenyak
·
Klien tidak mengeluh tidak bisa tidur
·
Tidur 7-8 jam
|
Mandiri
· Ciptakan lingkungan yang tenang menjelang tidur
· Atur posisi klien semi fowler
· Berikan lingkungan yang tenang menjelang tidur :
batasi suara ribut, atur cahaya lampu
· Catat pola istirahat tidur klien
· Motivasi klien untuk tenang dan rileks
Kolaborasi :
· Kolaborasi dengan dokter tentang perlunya meninjau
program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur.
· Kolaborasi untuk memberikan O2 tambahan
· Dukung penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supreser fase tidur.
|
7. Diagnosa VII
·
Kecemasan berhubungan dengan dispnea,
ancaman kematian ditandai dengan gelisah, insomnia, resah, ketakutan, sedih, fokus pada diri dan kekhawatiran.
Tabel 9 : Intervensi Keperawatan Diagnosa
VII
Rencana
Keperawatan
|
|
NOC
(Tujuan dan Kriteria Hasil)
|
NIC
(Intervensi)
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pasien tidak merasa
cemas dengan kriteria hasil :
·
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
·
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
·
Vital
sign dalam batas normal
·
Postur
tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
|
Mandiri
·
Gunakan pendekatan yang menenangkan
·
Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap pasien
·
Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
·
Pahami prespektif pasien terhadap
situasi stres
·
Temani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
·
Berikan informasi faktual mengenai
diagnosis, tindakan prognosis
·
Dorong keluarga menemani pasien
·
Dengarkan dengan penuh perhatian
·
Identifikasi tingkat kecemasan
·
Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
·
Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
·
Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
Kolaborasi
·
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat untuk mengurangi kecemasan
|
8. Diagnosa VIII
·
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal jantung ditandai dengan pertanyaan
masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode Gagal jantung kronik yang dapat dicegah.
Tabel 10 : Intervensi Keperawatan Diagnosa
VIII
Rencana
Keperawatan
|
|
NOC
(Tujuan dan kriteria hasil)
|
NIC
(Intervensi)
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24
jam diharapkan pasien mengerti proses
penyakitnya dan Program perawatan serta Therapi yg diberikan dengan kriteria
hasil:
· Mengidentifikasi
hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
· Pasien mampu menjelaskan
kembali tentang penyakit
· Pasien mampu mengenal
kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
|
Mandiri
·
Kaji
pengetahuan klien tentang penyakitnya
·
Jelaskan
tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan
penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien
·
Jelaskan
tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
·
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
digunakan untuk mencegah komplikasi
·
Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
·
Instruksikan kapan harus ke pelayanan
·
Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang
penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan
|
4. Implementasi
Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan
tahap keempat dari proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan
pada tahap ini perawat siap untuk menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan
aktifitas yang telah dicatat dalam rencana keperawatan pasien, agar
implementasi perencanaan ini tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu
mengidentifikasi prioritas perawatan pasien. Kemudian bila telah dilaksanakan,
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan
mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan perawatan kesehatan
keluarga. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan
menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang
diberikan pada pasien. Pendekatan yang digunakan adalah independent, dependen
dan interdependen. (Doenges, 2002)
5. Evaluasi
Evaluasi
didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas Asuhan Keperawatan antara
dasar tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku
pasien yang tampil. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan. Langkah dari evaluasi proses keperawatan adalah mengukur respon
pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian
tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon pasien mencerminkan
suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan
status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses
keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelah respon pasien dan
membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan. (Doenges, 2002)
Sejalan dengan yang telah dievaluasi pada tujuan, penyesuaian terhadap
rencana asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan terpenuhi dengan
baik, perawat menghentikan rencana asuhan tersebut dan mendokumentasikan
analisa masalah teratasi. Tujuan yang tidak terpenuhi dan tujuan yang sebagian
terpenuhi mengharuskan perawat untuk melanjutkan rencana atau memodifikasi
rencana Asuhan Keperawatan.
Skema 1 : Pathway (Wijaya &
Putri 2013)
Hipervolemia
|
Katub Inkompetent
|
Kerusakan Miokardium
|
Hipertensi
|
Stenosis Katup
|
Peningkatan afterload
|
Penurunan perfusi organ
sistemik
|
Peningkatan LVEDV
|
Penurunan TD sistemik
|
Intoleransi
aktifitas
|
Peningkatan preload
|
Peningkatan Preload
|
Penurunan kekuatan kontraksi
ventrikel kanan
|
Penurunan
curah jantung
|
Penurunan kekuatan kontraksi
ventrikel kiri
|
Depan
|
Belakang
|
Peningkatan RA preload
|
-
Penurunan
aliran balik sistemik
-
Penurunan
venous return
|
Edema ekstremitas
|
Mendesak lobus hepar
|
Peningkatan RV preload
|
Congestive
Heart Failure/
Gagal Jantung
|
Peningkatan SVR & tekanan
|
Peningkatan beban kerja
jantung
|
Resiko
tinggi gangguan integritas kulit
|
Kelebihan
volume cairan
|
Asites
|
Akumulasi cairan di sirkulasi
mesenteriks
|
Peningkatan tekanan vena
porta
|
Kematian sel hepar, fibrosis,
sirosis
|
Kurang
pengetahuan
|
Edema pulmoner
|
Peningkatan tek kapiler
pulmoner
|
Penurunan renal blood
|
Peningkatan LA preload
|
Kecemasan
|
Resiko
tinggi gangguan integritas kulit
|
- Gangguan
pertukaran gas
-
Gangguan pola tidur
|
Edema
|
Retensi Na & air
|
Peningkatan ADH
|
Aktivitas rennin-angioten-sinaldosteron
|
DAFTAR PUSTAKA
Akatsuki.
(2011). Peran Perawat Dalam Penanganan
Gagal Jantung. Di akses 31 Januari 2017. http://eprints.ums.ac.id/22046/2/BAB_I.pdf
Anurogo, Wulandari. (2012). 45 Penyakit yang di temukan di Masyarakat
(pengenalan, pencegahan & alternative pengobatannya). Yogyakarta: Andi
Offset
Ardiansyah, Muhammad. (2012). Medikal Bedah
Untuk Mahasiswa. Yogjakarta: DIVA Press
Doenges Marilynn. (2002). Rencana
Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien),
Edisi 3.
Di akses 9 Maret 2017. http://kti-munir.blogspot.co.id/2011/03/gagal-jantung-kongestif-chf.html
Fathoni. (2010). Informasi Kedokteran dan kesehatan Gagal Jantung. Di akses 20 Januari 2017.
http://www.informasikedokteran.com/2015/09/gagal-jantung.html
Judith, dkk. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosis
Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Edisi 9. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Kabo. (2012). Tanda
gejala gagal jantung. Di akses 31 Januari 2017. http://repository.wima.ac.id/3141/2/Bab%201.pdf
Nurhayati & Nuraini, 2009. Jurnal
Gagal Jantung. Di akses
7 Januari 2017. <http://www.stikesayani.ac.id>
Nurarif, Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis : Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction Jogja
Prasetyono, Dwi Sunar
(2012). Daftar Tanda dan Gejala Ragam
Penyakit.Yogyakarta: Fleshbooks
Rekam Medik RS
Tk IV Binjai. (2016). Prevalenti gagal
Jantung 3 Tahun
Berturut-turut
Riskesdas. (2013). Prevalensi Gagal Jantung di Indonesia.
Di akses 13 Januari
2017.http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
RSUP
H Adam Malik
Medan. (2016). Prevalenti Gagal Jantung 3
Tahun Berturut-turut
Setiani. (2014).
KTI Gagal Jantung. Di akses 12
Januari 2017. http://docplayer.info/31581020-Karya-tulis-ilmiah-asuhan-keperawatan-gagal-jantung-pada-tn-j-di-ruang-sekar-jagad-rsud-bendan-kota-pekalongan.html
Smeltzer S, Brenda G.
(2013). Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Smeltzer S. (2016). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 12. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Soegondo. (2011). Laporan
Pendahuluan Gagal Jantung. Di akses
31 Januari 2017. http://www.inaheart.or.id/artikel/164-cara-pencegahan-pada-gagal-jantung/
Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskuler dan
Renal. Jakarta: Salemba Medika
Syamsudin. (2006). Fungsi dan fisiologi kerja jantung. Di
akses 21 Januari 2017 http://www.newsfarras.com/2014/11/Kerja-Fungsi-Anatomi-Fisiologi-Jantung.html
WHO. (2013).
Data dari Organisasi
Kesehatan Dunia. Di akses 30 Januari
2017. http://eprints.ums.ac.id/25856/2/BAB_I.pdf
Wijaya, Andre & Yessie Putri.
2013. Buku KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Yogjakarta: Nuha Medika
Wijayaningsih Sari. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta
Timur: KDT